Oleh: Fitrawan Umar*
Hingar bingar bicara koruptor telah lama terdengar di negeri ini. Indonesia, negeri penuh koruptor. Setidaknya hampir semua orang tidak pernah marah bila berkata demikian. Malah identitas Indonesia korup sudah menjadi barang usang dalam pembicaraan manusia.
Suara-suara anti korupsi juga tak kalah kerasnya dengan pemberitaan skandal korupsi yang melibatkan berbagai lapisan. Namun, apakah suara itu terdengar atau hanya sekadar seperti lolongan anjing dengan kesedihan di tengah jalan, kita sendiri semua tahu.
Untungnya, sastra selalu memotret keadaan negeri ini. Bahasa-bahasa sastra beserta pengikutnya selalu tak ingin ketinggalan melihat realitas. Ia hidup, di atas kertas dan membumi di hati nurani.
Dengarkan tulisan Lily Yulianti Farid (sastra dari Makassar) berikut ini:
“Sudah kupesan berkali-kali pada Wahidah….hati-hati bergaul, hati-hati dengan posisimu sebagai bendahara. Uang banyak selalu bikin silau. Kita orang bugis pantang mencuri! Harus mallempu’…mallempu’…mallempu’…Cuma itu pesan almarhum Kakek Haji pada keturunannya.” (Koruptor di Rumah Nenek Haji dalam Makkunrai. Nala Cipta Litera. 2008)
***
Buku Makkunrai bisa dijadikan kado di hari Ibu, 22 Desember. Semua kisahnya berisi tentang pemberontakan kaum perempuan. Bukan sekadar memberontak. Tapi inilah bentuk perlawanan atas ketidakadilan sosial yang sebagian menimpa perempuan Indonesia.
Lily menulis dengan hati yang marah. Cerita-ceritanya mencerminkan bahwa memang terjadi yang disebut ketimpangan di negeri kita.
Makkunrai berhasil keluar dari dominasi cerita tentang perempuan. Sudah bukan lagi saatnya bercerita tentang tubuh perempuan kemudian ditafsir sebagai seni tingkat tinggi. Beginilah seharusnya sastra bercerita. Cerita tentang perlawanan dan kebangkitan!
Koruptor di Rumah Nenek Haji adalah satu dari kisah perempuan yang hendak memberontak. Memberontak melawan koruptor!
***
Koruptor di Rumah Nenek Haji bercerita tentang keresahan seorang perempuan pada anaknya. Nenek Haji pada Wahidah. Wahidah, seorang pegawai Departemen Kehutanan tersangkut kasus korupsi reboisasi. Kemudian berontaklah Nenek Haji.
“Sebenarnya, Wahidah sudah pencuri sejak dahulu…”
…………………………………………………………………..
“Sudah kukatakan pada Wahidah, jangan curi-curi umur!”
…………………………………………………………..
“Eh, ternyata dia keras kepala! Dia tetap mencuri umur! Anaknya belum lagi berusia 6 tahun, sudah diakuinya berumur 7 tahun dan dimasukkan SD! Sudah kukatakan sabar saja, tunggu setahun lagi…Tapi Wahidah pergi juga mengurus akte kelahiran palsu, dan katanya ia bisa bernegoisasi dengan kepala sekolah dan wali kelas untuk proses pendaftarannya,”
…………………………………………………………………..
“Sekali kau coba-coba mencuri kau akan terbiasa…”
Di sini, Lily dengan cantiknya menyuarakan perlawanan melalui keluh-kesah Nenek Haji. Mengeluh tentang keadilan. Meresahkan kejujuran. Dan mendobrak tradisi kecil-kecilan. Kita dengan mudah menangkap maksud cuplikan dialog-dialog itu.
Begitulah memang sastra. Tanpa menuduh siapa pun. Tanpa menghakimi siapa pun. Namun, menyentuh langsung kepada siapa yang hendak dituju.
Korupsi memang telah mendarah daging di negeri ini. Mulai dari orang besar sampai kecil. Dari pejabat sampai pegawai rendahan. Dari sesuatu yang besar-besar hingga kasus yang kecil. Maka, apalagi yang harus dilakukan. Selain terus mengampanyekan makna kejujuran. Dan, pesan domain ini yang berusaha diamarahkan melalui sebuah cerpen.
Cerpen ini ditulis pada tahun 2007 oleh Lily. Waktu penulisan ternyata tidak begitu mempengaruhi pesan yang ingin disampaikan jika dibaca sekarang ini. Karena memang, bahasa sastra adalah bahasa universal. Bicara tentang masa lalu dan kini. Apalagi jika dikaitkan dengan kasus korupsi yang semakin berjalannya waktu rupanya semakin menjauh dari ujung cahaya.
“Aku sudah kecewa pada Wahidah sejak ia memutuskan memalsukan akte kelahiran anaknya, agar bisa masuk SD lebih cepat. Aku juga menangis saat mendengar cerita ia menyogok kepala sekolah dan wali kelas saat bersikeras memasukkan anaknya ke kelas unggulan. Aku tahu ia tidak jujur…Sudah kubilang, begitu kau coba-coba sekali…kau akan terbiasa! Hidup ini harus mallempu’….Luar dan dalam..”
***
“Kau dengar itu Mardiah…Tante Wahidahmu bebas. Tapi kau tahu, itu bisa saja karena campur tangan keluarga suaminya yang berpengaruh di Makassar. Puihh! Pengadilan, selalu bisa dibeli! Masih ada yang mengganjal di sini…” Nenek Haji menunjuk dada sebelah kirinya.
***
*Ketua Forum Lingkar Pena Unhas
Selengkapnya...
Berkaryalah, Maka Dunia Akan Melihatmu
Kamis, 24 Desember 2009
Koruptor di Rumah Nenek Haji: Sebuah cerpen dari Makkunrai Ketika Sastra Melawan
Senin, 07 Desember 2009
Sabtu, 05 Desember 2009
lomba cipta esai “Islam dan Terorisme"
Batas akhir: 15 Desember 2009
Dengan mengangkat tema “Islam dan Terorisme,”LPM Obsesi STAIN Purwokerto kembali mengadakan lomba cipta esai di penghujung tahun 2009 ini. Pada bulan-bulan yang telah lewat, isu terorisme memang sempat mendominasi pemberitaan media. Hal itu menyusul tragedi bom Mega-Kuningan Jakarta. Kontroversi berlanjut dengan ditangkap dan ditembaknya para tersangka teroris di tempat-tempat persembunyiannya.
Seperti pada penyelenggaraan sebelumnya, pemenang dan nominator lomba ini akan diundang dalam acara peluncuran buku kumpulan esai terpilih.
Diselenggarakan Oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Obsesi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto.
TEMA
“Islam dan Terorisme”
KETENTUAN
1. Melampirkan copy Kartu Mahasiswa yang masih berlaku;
2. Esai diketik dengan hurup time new roman size 12, batasan 5-10 halaman;
3. Teknik penulisan kutipan dengan menggunakan penyebutan sumber kutipan IN NOTE/CATATAN DALAMAN. Contoh: “Tidak ada karya sastra yang ditulis dalam situasi kekosongan budaya” (Teeuw, 1982:11).
4. Di akhir esai dilengkapi dengan DAFTAR PUSTAKA. Contoh: Teeuw, A. 1982. Tergantung pada Kata . Jakarta: Pustaka Jaya.
5. Esai yang diikutkan lomba adalah karya yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun;
6. Setiap peserta hanya boleh mengirimkan 1 judul saja dari karya terbaiknya;
7. Melampirkan biografi singkat maksimal 1 halaman;
8. Semua hal tersebut diemailkan ke obsesipress@gmail.com ;
9. Batas terakhir penerimaan naskah 15 Desember 2009.
PENGUMUMAN NOMINATOR DAN PEMENANG ESAI: 1 Januari 2010
HADIAH
1. Bagi esai nominator dan esai pemenang akan dibukukan eksklusif oleh Penerbit OBSESI Press, 3 esai pemenang, dan 27 esai nominator;
2. Bagi Juara ke-1 mendapatkan uang Rp 1.000.000; Juara ke-2 Rp.750.000; Juara ke-3 Rp 500.000 ;
3. Baik nominator maupun pemenang diberi hak mendapatkan buku bunga rampai esai tersebut 2 eksemplar, dan masing-masing akan mendapatkan Piagam Penghargaan ;
4. Baik hadiah maupun buku esai tersebut hanya akan diberikan jika yang bersangkutan hadir pada acara “Peluncuran dan Diskusi Buku Esai Pemenang Lomba Nasional” pada Senin 8 Februari 2010 ;
5. Jika yang bersangkutan berhalangan hadir, maka disilahkan menghubungi Panitia (PU LPM OBSESI Edo Ahmad Baedowi 08529 3001 761/ Faqih Hamdani 085227 379 226), dan buku esai akan dikirim jika sudah mengirim ongkos pengganti biaya kirim.
DEWAN JURI
1. Dr. Naqiyah Mukhtar (Pakar di Bidang Tafsir Hadis, dan Studi Gender)
2. Suwito NS., M.Ag. (Pakar di Bidang Ekologi-Sufisme)
3. Ridwan, M.Ag. (Pakar di Bidang Pemikiran Hukum Islam)
4. Abdul Wachid B.S., S.S., M.Hum. (Penulis Buku: GANDRUNG CINTA, Tafsir terhadap Puisi Sufi K.H. Ahmad Mustofa Bisri)
5. Heru Kurniawan, S.Pd., M.A. (Penulis Buku: MISTISISME CAHAYA).
Sumber: Laman resmi STAIN Press
Selengkapnya...
LOMBA CERPEN SCIENCE FICTION
Tenggat: 13 Desember 2009
SHOW YOUR TALENT..!! Punya impian untuk masa depan di bidang IPTEK? Punya harapan untuk Indonesia yang lebih baik?
Tuangkan idemu melaui cerpen, dan ikuti LOMBA CERPEN SCIENCE FICTION dengan tema “Dunia Masa Depan dalam Imajinasi” yang diselenggarakan oleh panitia MIPA EXPO 2009 FMIPA UGM.
Apa saja Persyaratannya? Baca poin-poin di bawah ini:
* Cerpen merupakan karya asli dari pengarang
* Cerpen belum pernah dipublikasikan dan tidak sedang diikutsertakan di kompetisi lain
* Cerpen tidak mengandung unsur SARA dan pornografi
* Cerpen yang sudah masuk menjadi hak milik panitia
* Isi cerpen mengandung pesan moral
* Cerpen imajinatif dan mengandung unsur sains
* Pengarang bukan termasuk panitia MIPA EXPO 2009
Gampang kan? So, jangan ragu-ragu untuk ikut lomba ini.
Lomba ini terbuka untuk pelajar SMA, Mahasiswa, dan Masyarakat Umum. 20 karya terbaik akan dibukukan lho…
Eits..tunggu dulu..ada satu lagi. Apa itu? Yupz..
Ketentuan pengiriman:
* Cerpen diketik dengan huruf Times New Roman; ukuran 12pt; spasi 1,5; margin kiri, kanan, atas, dan bawah 3 cm
* Panjang cerpen 4-8 halaman
* Pengumpulan mulai tanggal 16 November 2009 sampai 13 Desember 2009
* Naskah dikirim melalui email ke alamat mipa.expo2009@gmail.com
* Pengirim mengirimkan CV pada file yang terpisah
Infolomba (via LombaLomba) dari laman resmi MIPA EXPO 2009.
Selengkapnya...
Senin, 23 November 2009
Lomba Cipta Cerpen Tingkat Mahasiswa Se-Indonesia - STAIN Purwokerto
Batas akhir: 15 Desember 2009
Penyelenggaraan lomba cerpen LPM Obsesi tahun ini menyajikan tema “kisah cinta dengan latar belakang budaya santri.” Beberapa karya best-seller seperti AAC dan KCB, disebut-sebut tak lepas dari kentalnya budaya santri. Tak kurang, karya yang dipandang kontroversial seperti Perempuan Berkalung Sorban pun ikut menjadikan pesantren sebagai latar utama. Terakhir, novel laris Negeri 5 Menara juga beberapa kali dicatat karena kekhasan nuansa pesantren dalam rangkaian ceritanya.
Boleh jadi, setelah melihat pemilihan tema tersebut, akan timbul ganjalan di benak sebagian calon peserta. Sebab, hampir bisa dipastikan bahwa peserta akan terbatasi dan terseleksi sejak awal. Meski pada akhirnya, penulis manapun bisa dianggap tetap berpeluang dalam melakukan riset atas bahan cerita, sekalipun si penulis tidak bergelut lama (atau tidak terlibat sama sekali) di dunia santri. Sama seperti lomba cipta esai, karya pemenang akan dibukukan oleh panitia penyelenggara.
Temans, mari ikuti Infolomba di Twitter atau Infolomba di Plurk. Tetap semangat!
Diselenggarakan Oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Obsesi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto.
TEMA
Kisah cinta dengan latar belakang budaya santri
KETENTUAN
1. Melampirkan copy Kartu Mahasiswa yang masih berlaku;
2. Cerpen diketik dengan hurup time new roman size 12, batasan 5-10 halaman;
3. Cerpen yang diikutkan lomba adalah karya yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun;
4. Setiap peserta hanya boleh mengirimkan 1 judul saja dari karya terbaiknya;
5. Melampirkan biografi singkat maksimal 1 halaman;
6. Semua hal tersebut diemailkan ke obsesipress@gmail.com ;
7. Batas terakhir penerimaan naskah 15 Desember 2009.
PENGUMUMAN NOMINATOR DAN PEMENANG: 1 Januari 2010
HADIAH
1. Bagi cerpen nominator dan cerpen pemenang akan dibukukan eksklusif oleh Penerbit OBSESI Press, 3 cerpen pemenang, dan 27 cerpen nominator;
2. Bagi Juara ke-1 mendapatkan uang Rp 1.000.000; juara ke-2 Rp 500.000, juara ke-3 Rp 500.000 ;
3. Baik nominator maupun pemenang diberi hak mendapatkan buku bunga rampai cerpen tersebut 2 eksemplar ;
4. Baik hadiah maupun buku cerpen tersebut hanya akan diberikan jika yang bersangkutan hadir pada acara “Peluncuran dan Diskusi Buku Cerpen Pemenang Lomba Nasional” pada Senin 8 Februari 2010 ;
5. Jika yang bersangkutan berhalangan hadir, maka disilahkan menghubungi Panitia (PU LPM OBSESI Edo Ahmad Baedowi 08529 3001 761/ Faqih Hamdani 085227 379 226), dan buku cerpen akan dikirim jika sudah mengirim ongkos pengganti biaya kirim.
DEWAN JURI
1. Abdul Wachid B.S. (Sastrawan, Kritikus Sastra, dan Dosen STAIN Purwokerto);
2. Heru Kurniawan, S.Pd., M.A. (Sastrawan, dan Dosen STAIN Purwokerto);
3. Suwito NS., M.Ag. (Direktur Penerbit STAIN Purwokerto Press, dan Dosen STAIN Purwokerto).
Sumber: Laman resmi STAIN Press Purwokerto
Selengkapnya...
Lomba Cipta Puisi Religius Tingkat Mahasiswa Se-Indonesia
Batas akhir: 14 Desember 2009
Dewan Ekskutif Mahasiswa (DEMA) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto menyelenggarakan lomba cipta puisi religius. Tercantum dalam jajaran dewan juri ialah Evi Idawati, Abdul Wachid B.S., Heru Kurniawan, dan Kuswaidi Syafi’ie.
Temans, mari ikuti Infolomba di Twitter atau Infolomba di Plurk. Tetap semangat!
Lomba Cipta Puisi Religius Tingkat Mahasiswa Se-Indonesia
Diselenggarakan Oleh Dewan Ekskutif Mahasiswa (DEMA) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto
TEMA "Puisi Religius"
KETENTUAN UMUM
1. Melampirkan copy Kartu Mahasiswa yang masih berlaku;
2. Puisi diketik dengan hurup time new roman size 12, di antara baris spasi 1, di antara bait spasi direnggangkan ;
3. Puisi yang diikutkan lomba adalah karya yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun;
4. Setiap peserta hanya boleh mengirimkan 5 judul puisi dari karya terbaiknya;
5. Melampirkan biografi singkat maksimal 1 halaman;
6. Semua hal tersebut diemailkan ke obsesipress@gmail.com ;
7. Batas terakhir penerimaan naskah 14 Desember 2009.
PENGUMUMAN NOMINATOR DAN PEMENANG PUISI: 1 Januari 2010
HADIAH
1. Bagi puisi nominator dan puisi pemenang akan dibukukan eksklusif oleh Penerbit OBSESI Press: 3 judul puisi pemenang, dan puisi-puisi nominator;
2. Bagi Juara ke-1 mendapatkan uang Rp 1.000.000; Juara ke-2 Rp.750.000; Juara ke-3 Rp 500.000 ;
3. Baik nominator maupun pemenang diberi hak mendapatkan buku bunga rampai puisi tersebut 2 eksemplar, dan masing-masing akan mendapatkan Piagam Penghargaan ;
4. Baik hadiah maupun buku puisi tersebut hanya akan diberikan jika yang bersangkutan hadir pada acara "Peluncuran dan Diskusi Buku Puisi Pemenang Lomba Nasional" pada Senin 8 Februari 2010 ;
5. Jika yang bersangkutan berhalangan hadir, maka disilahkan menghubungi Panitia (Presiden DEMA - Saudara HERI KURNIAWAN 085 227 4505 32), dan buku puisi akan dikirim jika sudah mengirim ongkos pengganti biaya kirim.
DEWAN JURI
1. Evi Idawati (Novelis TERATAK, Cerpenis MAHAR, Penyair NAMAKU SUNYI, Aktris);
2. Abdul Wachid B.S., S.S., M.Hum. (Penulis Buku: GANDRUNG CINTA, Tafsir terhadap Puisi Sufi K.H. Ahmad Mustofa Bisri);
3. Heru Kurniawan, S.Pd., M.A. (Penulis Buku: MISTISISME CAHAYA);
4. Kuswaidi Syafi’ie, M.Ag. (Penyair TARIAN MABUK ALLAH, Cerpenis MEMANJAT BUKIT CAHAYA, Esais, Editor Ahli Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta).
Selengkapnya...
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957
Selengkapnya...
Minggu, 15 November 2009
Perempuan dalam Tanda Tanya (???) Ketika Pena Harus BicaraPerempuan dalam tanda tanya
dari.www.nendenk.wordpress.com
Sore ini (14 Nov) di pelataran gedung Ipteks, perempuan kembali menjadi wacana dalam sebuah diskusi kepanulisan oleh sebuah forum kepenulisan yang menyebut dirinya Forum Lingkar Pena. FLP hadir dengan nama yang terlanjur besar dari pada para penggerak-penggeraknya dimana ia berada, seperti di Sulsel, Makassar dan Unhas sendiri. Kehadiran penulis-penulisnya tidak seistimewa nama FLP yang terlanjur besar di mata masyarakat. KeMbali pada tema diskusi sore ini, PEREMPUAN DALAM TANDA TANYA yang dibawakan oleh Sultan Sulaiman, Ketua FLP Wilayah Sulsel. Perempuan, makhluk terindah ciptaan-Nya yang merupakan tiang-tiang dari berdirinya sebuah negara. Sehingga banyak yang berpendapat jika ingin menghancurkan suatu negara, maka hancurkanlah perempuannya. Banyak sisi keindahan dari seorang perempuan, dilihat dari sisi mana saja perempuan akan tetap indah. Maka hal yang telah menjadi sebuah kodrat ketika perempuan itu dikatakan cantik.
Dewasa ini menjadikan media bergerak cepat dan cekat. Perempuan kemudian dijadikan sebagai objek dari Politik Ideologi Kapitalisme Media, yang menajadikan perempuan sebagai objek utama yang menghasilkan uang dari sisi mana saja. Kemudian dibentuklah frame oleh Media, makna dari sebuah kata ‘cantik’. Teks media kemudian mencangkoki pikiran masyarakat akan makna ‘cantik untuk perempuan’. Cantik itu putih, lembut, langsing, tinggi, bersih, perfect dari segi penampilan, memakai brand di setiap bagian tubuhnya. Mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, wajah yang memakai Ponds, tubuh dengan Lotion dengan berbagai merek kecantikan, pemutih, pewangi, sampai pada merek baju pun media harus mengatur sedemikian rupa sehingga membentuk frame pada pikiran setiap orang akan makna dari sebuah cantik. Selamat diperbudak oleh media, bagi orang-orang yang tidak kritis dalam menelaah setiap pesan media, yang dinilai oleh mahasiswa ilmu komunikasi semua adalah kebohongan, kecuali tanggal dan waktu yang dicatat oleh media kemudian disebar pada khalayak.
Perempuan berada pada tataran yang tidak sewajarnya, ketika dimaknai cantik itu seksi, dan berjilbab atau menutup aurat itu menjadi hal yang tabu untuk diperbincangkan dan dianggap kolot. sekali lagi hal ini berhasil dibentuk oelh media di kepala sebagian besar orang yang sangat menikmati kehadiran dan kebohongan media. Ketika wanita, perempuan-perempuan ingin diperhatikan, karena idealnya tubuh mereka, dan putihnya wajah mereka. Dan seribu satu usaha untuk mendapat perhatian itu, dengan diet yang menyiksa, keluarnya uang berpuluh, ratusan juta untuk sebuah konsep ‘cantik’ yang dibentuk oleh media. Dan ironinya ketika ada perempuan yang merasa tidak sempurnah karena kegemukan atau hitam atau rambut ikal, kriwil atau berombak. Padahal tidak sedikit yang mengatakan gemuk itu cantik, gemuk itu seksi, hitam itu manis, dan parahnya putih itu pucat seperti mayat hidup (siapa yang rela mengeluarkan ini dari mulutnya, sekalipun hati kecilnya mengakui hal itu?
Pada dunia menulis pun dan yang dengan bangga mengeku dirinya adalah seorang penulis, isu keberadaan perempuan pun menjadi hal yang penting. Banyak tulisan, cerpen, puisi, prosa atau karya sastra yang menjadikan perempuan sebagai objeknya. Juga ikut atau larut dalam ‘Frame Cantik Media’ tadi. Sehingga setiap orang yang manjadi penikmat dari tulisan-tulisan kita, dengan bebas mempersepsikan kumpulan-kumpulan teks dari sisi mana saja, tergantung pada siapa tulisan itu dipersepsikan.
Sebagai perempuan dan sebagai orang yang memilih perempuan sebagai objek pada tulisan-tulisan yang lahir dari tangannya, kita seharusnya menjaga apa yang harus dijaga, dan menulis apa yang seharusnya ditulis. Sebuah kata kemudian menjadi alat mencari boleh dari ketidakbolehan, mencari lazim dari sebuah ketidak laziman, mencari halal dari hukum mubah, makruh bahkan haram. Kata ‘emansipasi-wanita’ atau penyetaraan gender, menjadikan perempuan kembali terjebak pada tempat yang tidak seharusnya ia terjebak. Ketika perempuan terjebak pada dunia laki-laki yang melihat secara wajar perempuan menjadi petinju, pemain bola, atau melawan kodrat dan memilih menjadi laki-laki. Sebuah keadaan yang miris ketika perempuan tak lagi bangga dengan perempuannya, mengizinkan setiap orang menikmati indahnya ia sebagai perempuan “Hai… Aku cantik lho”…
Karena Aku adalah Perempuan
Karena Kamu adalah Perempuan
Karena Dia adalah Perempuan
Karena Mereka adalah Perempuan
dan Karena KITA adalah Perempuan.
Dan Perempuan adalah wanita istimewa, di mataku, matamu, matanya, mata mereka, mata kita, terlebih Kita adalah makhluk yang paling di lindungi oleh Rasulullah dan paling istimewa di Mata-Nya. Bukankah adanya Surah An-Nisa dalam 114 Surah di Al-Qur’an adalah bukti yang nyata bahwa kita adalah istimewa. Pernahkah kita berfikir, bahwa sebenarnya tidak ada surah ‘Rijal (laki-laki)’ dalam Al-Qur’an. Pertanyaannya sekarang kapan kita memperlakukan diri kita sebagai perempuan?
Sesungguhnya Allah itu Maha Melihat dan Maha Pencemburu.
Selengkapnya...
Sabtu, 07 November 2009
BULAN KEDUA DI RUMAH KECIL KAMI
Oleh : Nenden’k
Warna keemasan senja semakin menggeliat kedua mataku. Waktu seakan ingin merampas keindahan senja yang merekam setiap langkah kaki di satu belahan dunia. Tak dibiarkan senja berada pada titik indahnya dalam waktu yang lama. Aku tetap berada dalam ketakutanku. Takut senja pergi dan lengan-lengan waktu merebutnya hari ini dariku. Besar harapanku senja pergi dan berlalu hari ini, dan membawa pergi beban pikiranku.
Kepalaku terasa berat. Kakiku tak kalah beratnya untuk melangkah meninggalkan bangku taman yang selama ini menemaniku melihat senja. Senja dengan merah keemasannya yang seolah mengalahkan indahnya keindahan alam yang lain. Kucoba memejamkan mata sejenak, agar hati dan pikiranku tenang. Kepalaku terus dibayangi oleh wajah suamiku yang polos. Pasti kini wajahnya tengah berbinar menantikan princessnya pulang. Begitu ia memanggilku, “princess”, panggilan yang sebenarnya tak pantas sedikitpun untukku.
Tit..tit..tit...
Suara dan getaran dari nokia-ku memecah lamunanku.
Princess, jm brp balik? Mataku rindu mlihat senyum dan indahnya matamu. Blz... -suamimu tercinta-
Tak terasa air kembali bermuara di kedua mataku. Air mataku jatuh, mengantar kepulangan senja menuju alam lain, dan merubah diri menjadi fajar.
InsyaAllah Bentar lgi Mas... 1jam mungkin. Mataku masih ingin memandang kuasa Allah yang dciptaknNya, goresan emas d langit yg mulai gelap. Tunggu yah, xxx.
Kubalas semampuku, aku masih ingin menata hati dan wajahku untuk menghadapi Mas Yasir di rumah. Setidaknya dia berharap penuh padaku malam ini. Sekali lagi terbayang wajahnya yang polos, maafkan aku Mas...
Hari ini genap sebulan aku menjadi princess dari Mas Yasir. Tanggal 23 Oktober mengantar aku dan Mas Yasir memasuki bulan kedua dari pernikahan kami yang InsyaAllah sakinah, mawaddah warahmah. Seperti harapan semua pasangan dalam berumah tangga. Namun, memasuki bulan kedua, rumah tangga kami belum manjadi keluarga yang seperti keluarga pengantin-pengantin yang lain. Aku belum melaksanakan sepenuhnya kewajibanku sebagai istri. Mas Yasir belum mendapatkan hak yang sepenuhnya dariku, hak yang seharusnya dari malam pertama telah ia dapatkan dari princessnya.
Malam pertama aku masih bisa mengelak dari tanggung jawabku. Aku masih bisa menyediakan berbagai alasan untuk Mas Yasir, lengkap dengan berbagai cadangan jawaban untuknya kalau-kalau ia tak menerima alasanku. Perempuan yang dipilihnya kini mencoba berkilah dari kewajibannya. Alasan yang telah kupersiapkan untuk menghiasi rumah tanggaku hingga seminggu berlalu. Dan Alhamdulillah hari ke delapan dari rumah kecilku dan Mas Yasir, aku menstruasi. Dan lepaslah aku dari kewajibanku yang satu ini. Subhanallah, terimakasih Ya Allah. Astaghfirullah, apa yang telah kuperbuat, mungkinkah aku telah mendzalimi imam terbaik dalam hidupku? Maafkan aku Ya Allah...
Mas Yasir tak pernah protes sedikit pun dengan alasanku. Ia selalu mengerti dan mencoba memahami setiap alasan yang kukeluarkan. Dan dijawabnya dengan senyumnya yang polos.
Tapi lengan-lengan waktu menepuk pundakku dengan keras. Pintu waktu masuk pada bulan kedua, aku pun tak bisa terus mengelak dari tanggung jawabku. Sms Mas Yasir ini, seolah mempertegas statusku, bahwa aku bukanlah seorang perempuan biasa lagi, kini aku seorang istri. Kubaca lagi smsnya tertangkap dengan jelas oleh kedua mataku, smsnya ditutup dengan bertuliskan -suamimu tercinta-.
Langkahku berat, aku meninggalkan senja yang mulai habis ditelan bumi dan warnanya yang telah berubah menjadi garis gelap dan hitam. Segelap hatiku yang ingin menghadapi Mas Yasir di rumah. Aku seperti perempuan yang kehilangan semangat hidup, bahkan jika saja Allah tidak melaknat hambanya yang mati bunuh diri, rasanya kau ingin mati saja. Astaghfirullah...
Selemah inikah aku Tuhan, ini bukan Aku. Aku adalah seorang perempuan kuat yang tak mengenal kata menyerah dalam hidupnya sebelum ia lelah berusaha. Bukankah sebelumnya ada yang lebih berat dari ini? Aku selalu bisa bangkit sekalipun aku jatuh di lubang yang paling dalam sekalipun. Apa yang dapat membuatku tak sanggup kali ini. Hanya satu jawabannya, senyum polos Mas Yasir. Aku tak pernah sanggup untuk kehilangan itu...
Aku bahkan mampu bangkit ketika suatu malam yang suram, dua orang laki-laki dalam keadaan setengah sadar karena dipengaruhi oleh minuman keras merampas kehormatanku sebagai seorang perempuan. Aku mampu bangkit setelah hidupku sempat diwarnai oleh air mata yang tak pernah berhenti bermuara di kelopak mataku selama enam bulan lamanya. Aku mampu bangkit, dan ini semua menjadikanku perempuan kuat. Hasilnya hidupku kini jauh lebih baik. Tuhan menegurku dengan peristiwa ini, hikmah dari ini menjadikanku perempuan kuat dan tentunya lebih dekat denganNya. Aku aktif ikut dalam berbagai pengajian dan kajian keislaman. Dan langkahku inilah yang mempertemukanku dengan Mas Yasir. Suatu hari niat untuk menikah mempertemukan kami. Dan Alhamdulillah, ini berakhir ke pernikahan.
Langkahku gontai memasuki halaman rumah kecilku. Rumah ini kecil tapi sangat lapang untuk kami berdua. Karena tiap harinya dapat kulihat senyum polos Mas Yasir, dan setiap kata-katanya yang selalu diawali dengan kata princess dalam menyapaku. Terimakasih Ya Allah, telah memberiku suami yang penyayang.
“Assalamu’alaikum”, suara yang mengagetkanku dari arah belakang. Mas Yasir tepat berada di belakangku, dan kedua tangannya merangkulku dengan mesra.
“Subhanallah, wa’alaikumussalam warahmatullah...” ucapku setengah kaget.
“Dari mana princess?”
‘Dari taman Mas”
“Lagi...? akhir-akhir ini, kamu terlalu sering ke taman melihat senja, tidakkah cukup bagimu melihatku yang jauh lebih cakep dari senja?” Pertanyaan yang menggelitik. Kami berdua memasuki rumah kecil kami dengan gurauan Mas Yasir yang sekali lagi menurutku sangat polos.
Nyanyian burung malam berirama di luar rumah, mencoba menegaskan malam semakin larut, suaranya yang nyaring mengganggu telingaku. Bayangan rembulan menembus ranting-ranting pohon rumah membuat malam makin menyeramkan bagiku. Malam ini tak ada yang bersahabat sedikitpun, gumamku.
Kulihat Mas Yasir tengah membereskan laptopnya. Ia sepertinya telah siap menemuiku malam ini. Aku bahkan sangat takut padanya. Untuk pertama kalinya kulihat Mas Yasir seperti orang yang akan menelanku hidup-hidup.
Sampai detik ini, Mas Yasir bahkan belum tahu kalau beberapa tahun silam princessnya telah kehilangan kehormatannya sebagai seorang perempuan. Lidahku kelu setiap kali ingin jujur padanya, aku tak berdaya melihat tatapan mata dan senyumnya yang polos.
Hal seperti ini, harusnya telah kukatakan jauh sebelum aku memutuskan menikah dengannya, tapi ketika mencoba untuk jujur aku teringat bahwa ada larangan membuka aib yang telah Allah tutup dengan baik. Apakah ini juga berlaku untukku? Aku memberlakukannya karena terlalu takut kehilangan orang sebaik Mas Yasir. Tapi bukankah kalau sudah jodoh takkan kemana? Karena Allah telah menyediakan setiap pasangan untuk hamba-hambanya. Sisa kita bagaimana harus yang berikhtiar. Bukankah ini adalah bagian dari ikhtiarku? Pertanyaan-pertanyaan ini kembali menyerang kepalaku, tak ada lagi jawaban untuk melakukan pembelaan. Aku telah berada pada masa 23 Oktober, bulan kedua dari pernikahanku...
Kucoba memejamkan mata, salah satu usaha untuk menghidari Mas Yasir. Sampai kelopak mataku berkerut, kedua mataku tetap tak mau tidur. Hingga Mas Yasir datang, dan ia kembali bergurau seperti anak kecil yang mencoba bermain dengan mainannya.
“Aku tahu, kamu pasti pura-pura tidur princess” ucapnya dengan semangat.
..................................................... Aku tak menjawab apa-apa. Kurasakan ia sangat berusaha membangunkanku dari kepura-puraanku tertidur.
Akhirnya aku menyerah, ia mendekapku mesra. Akhirnya kewajibanku kutunaikan, dan di bulan kedua dari pernikahan kami Mas Yasir mendapat haknya. Alhamdulillah, malam ini berlalu tanpa protes sedikitpun kudengar dari mulutnya. Yang kutakutkan selama ini, ketika ia mendapati princessnya tidak perawan lagi di malam yang justru seharusnya sang istri masih perawan.
***
Sudah beberapa hari ini Mas Yasir tidak pulang. Tadi kulihat bayangannya memasuki kantornya, tak berani aku memanggil namanya. Bahkan untuk melihatnya pun kini aku tak sanggup, mataku hanya mampu menangkap bayangannya. Bagiku, bahkan bayangan Mas Yasir terlalu indah untuk seorang perempuan sepertiku.
Mas Yasir berangkat ke kantor pagi setelah ‘malam pertama’ kami. Ia pergi dengan senyumnya yang polos, namun aku bisa menangkap dengan jelas bahwa matanya terlihat sedih. Ia tidak menyentuh sedikitpun secangkir kopi tanpa gula kesukaannya. Tidak seperti biasanya. Kurasakan kecupannya dingin. Bahkan aku tak mendengar sapaan princessnya seperti biasanya. Untuk pertama kalinya kudengar ia memanggilku dengan nama lengkapku “Izzah Maria”, itu pun tanpa menatapku sedikit pun. Perasaanku mulai kacau balau, aku yakin Mas Yasir marah. Mungkinkah orang sebaik dia bisa marah? Tuhan, kalaupun ia marah, jangan biarkan laki-lakiku menangis...
Dhuhaku sedikit menenangkanku. Aku mengadu padaNya.
“Jangan biarkan orang sebaik Mas Yasir kecewa, dan terluka hatinya Ya Allah. Maafkan aku Ya Allah, jika aku bukan pendamping terbaik untuknya. Ya Allah, lindungi imamku...” air mataku mengalir...
Pukul 23.00 Mas Yasir belum juga pulang, tak ada kabar. Beberapa sms ku tidak dibalas, teleponku pun tak diangkat. Telepon yang ke 21, hp.(handphone) nya sudah non-aktif. Mungkin ia bosan mendengar hp.nya terus berdering.
Beberapa malam pun berlalu tanpa Mas Yasir. Kini aku bukan princess lagi. Aku sadar, aku adalah seorang “Izzah Maria” yang kini tak berharga sedikit pun. Mas Yasir telah pergi dan tak pulang barang semenit pun. Bahkan untuk pamit dan mengambil pakaiannya pun tidak. Ya Allah, lindungi Mas Yasir...
Dimana ia tidur? Rumah orang tuanya bahkan sangat jauh di Tasikmalaya. Butuh waktu 2 hari untuk pulang ke sana, kalaupun naik pesawat yang hanya butuh waktu beberapa jam, Mas Yasir tidak mungkin menempuhnya setiap hari.
Hari ini aku benar-benar yakin, Mas Yasir sangat kecewa karena perempuannya tak lagi perawan ketika ia menikah dengannya. Dan ia mengetahui itu setelah bulan kedua memasuki pernikahannya denganku.
Hari ke sembilan Mas Yasir tidak pulang, aku benar-benar kehilangan senyumnya yang polos. Aku sangat merindukan nasehat-nasehatnya yang selalu ia sampaikan setiap kali selesai makan, dan merindukan panggilan princess imamku. Mungkinkah ia merindukanku? Merindukan senyumku, dan secangkir kopi tanpa gula yang selalu kubuatkan untuknya sebelum ia berangkat kerja? Jujur, kuharap ia merindukanku...
Hari ini, aku bertekad menemui Mas Yaris di kantornya. Sepanjang perjalanan aku tak bisa berkonsentrasi. Nafasku sesak, langahku berat. Tak kutemukan oksigen yang banyak untuk proses pembakaran, terasa dunia ini begitu sempit. Entah bagaimana kelak aku hidup, jika pernikahanku harus berakhir sekarang. Astaghfirullah, Na’udzubillah... cepat-cepat kutepis pikiranku yang konyol.
Sebelum berangkat, sempat aku melihat tayangan di televisi penderitaan rakyat Palestina. Puluhan orang meregang nyawa. Aku melihat anak-anak dan wanita yang paling banyak menjadi korban. Pesawat-pesawat terus mengirimkan paket bom dengan sasaran gedung-gedung dan sarana umum vital lainnya. Lebih lagi ketika bom dijatuhkan di rumah-rumah sakit, tempat berlindung rakyat Palestina selama ini. Jalanan ditanami lubang. Jembatan hancur. Pembangkit listrik rubuh, mencipta gelap dan ngeri yang ditebarkan asap debu di mana-mana. Jerit ketakutan seperti suara Izrail, terbang membawa nyawa-nyawa yang dicabut.
Jauh lebih menderita dari keadaanku saat ini. Ketika aku hanya kehilangan Mas Yasir, berapa banyak umat muslim yang kehilangan suami, anak, istri, ayah, ibu, saudara, teman dan sahabat-sahabat seperjuangan dalam menegakkan Palestina. Aku harus kuat... ketika rakyat Palestina berusaha keras mempertahankan tanah dan imannya aku juga harus berusaha keras mempertahankan Mas Yasir dan membawanya kembali pulang. Sekali pun perjuanganku tidak separah umat muslim di sana.
Langkahku akhirnya sampai pada satu-satunya tempat di mana aku bisa menemui Mas Yasir. Aku menangkap bayangannya. Kulihat ia melirikku tajam dari arah gedung kantornya. Kuharap ia berlari menghampiriku, dan menanyakan kabarku. Tidak, Mas Yasir menghindariku. Ia masuk ke kantornya tanpa berbalik sekalipun.
Aku menunggunya di taman depan kantor. Jam pulang kantor aku harus bertemu dengannya, dan membicarakan semua ini. Mungkin ia sanggup tak bertemu denganku, tapi jujur aku tak sanggup.
“Izzah Maria, kenapa kau datang menemuiku?” Mas Yasir membuka percakapan. Nadanya datar, tak terbaca kekecewaan, kemarahan ataukah itu nada sedih... yang jelas ia berbicara tanpa menatapku sama sekali, sangat di luar kebiasaanya.
“Mas Yasir Abdullah, ke... ke...napa... Mm...mas tidak pernah pulang? Aku tak mampu melanjutkan kata-kataku, tangisku pecah seketika. Aku tak sanggup, ingin kakiku berlari tapi aku telah berniat menyelesaikan semuanya hari ini. Entah ini harus berakhir dimana?
Seketika Mas Yasir berbalik melihatku, dan refleks ia memelukku, mencoba menenangkan tangisku. Kurasakan pundaknya begitu lapang, bebanku seperti lenyap seketika. Tapi, entah kenapa tangisku semakin manjadi. Aku sesegukan di pelukannya.
“Kenapa kau tak jujur dari awal padaku?”
Aku tak sanggup berkata apa-apa. Kepalaku berat, nafasku semakin sesak. Pandanganku gelap...
***
Kulihat langit-langit rumahku. Dan Mas Yasir duduk disampingku, tampak ia setengah tertidur menjagaku.
“Mas...” panggilku dengan lemah
“Zah, kau sudah sadar, maafkan Mas... membuatmu khawatir akhir-akhir ini. Mas janji tidak akan pernah pergi lagi dari rumah walau sedang marah padamu.”
“Mas... maafkan Izzah, telah membuat Mas kecewa dan marah...” aku kembali sesegukan tak bisa melanjutkan kata-kataku.
Mas Yasir membelai kepalaku, mencoba membuatku tenang.
“Ussshhh.... sudah, tidak usah dipikirkan. Mas Janji, lain kali kalau Mas marah tidak akan meninggalkan rumah lagi, tapi kamu yang kusuruh pergi” dilanjutkannya dengan tertawa cengengesan, aku melihat ketawa Mas Yasir lagi... Aku kembali melihat senyumnya yang polos.
Aku ingin menjelaskan semuanya pada Mas Yasir, tapi dia tak ingin hal ini disinggung-singgung lagi. Baginya biarkan itu menjadi masa lalu. Tapi aku tetap ngotot ingin menceritakan semua padanya.
Tak seperti yang kubayangkan selama ini, setelah mendengar ceritaku Mas Yasir marah besar. Kulihat matanya memerah, dan tangannya mengepal sekuat tenaga.
“Kenapa ada yang tega membuat perempuanku seperti ini. Seandainya dari dulu kita dipertemukan, aku tidak akan membiarkan ada satu laki-laki pun yang menyentuh kulitmu.”
“Maafkan aku princess... Izzah Maria my Princess” tatapan mata Mas Yasir dan senyumnya yang polos telah kembali.
“Zah... bisakah aku minta satu hal” Mas Yasir menatapku serius
“Apa itu Mas...”
“Aku mau secangkir kopi tanpa gula buatanmu, aku sangat merindukannya”
Selengkapnya...
Minggu, 18 Oktober 2009
Profil Penerbit Cakrawala Publishing
Annida-Online--Setiap penulis pasti memiliki keinginan agar karyanya diterbitkan, sehingga bisa diapresiasi oleh banyak orang. Akan tetapi, banyak penulis pemula yang kecewa lantaran terlalu sering menerima penolakan dari penerbit, alasan yang paling laris dipakai penerbit dalam menolak naskah adalah karena ketidaksesuaian isi naskah dengan visi misi penerbit. Oleh karena itu, buat kamu-kamu yang berencana mengirimkan karya ke penerbit, ada baiknya memperhatikan terlebih dahulu kesesuaian tulisanmu dengan apa yang dicari oleh penerbit.
Nah, Cakrawala Publishing merupakan salah satu penerbit yang fokus menerbitkan buku-buku panduan, seperti buku panduan ibadah, panduan keluarga sakinah, buku pegangan fiqih, buku-buku how to religi dan juga buku-buku fiksi anak. Direktur Cakrawala Publishing, pak Khaerudin, mengakui bahwa sudah setahun belakangan ini Cakrawala tidak lagi menerbitkan buku-buku untuk remaja. Jadi buat kamu yang punya naskah cerita anak atau buku-buku how to keagamaan, mungkin bisa mencoba mengirimkan naskahmu ke sini.
"Kami masih menerbitkan buku-buku sesuai dengan kebutuhan serta permintaan pasar, belum mampu menciptakan tren pasar sendiri." Seru pak Khaer menjelaskan.
Memang bisa dipahami, kalau buku panduan ibadah kan semua orang butuh, begitu pula buku-buku bacaan anak, setiap orangtua pasti mau membelikan untuk anak-anak mereka, tapi kalau buku remaja… karakter remaja yang lebih suka pinjam daripada beli tentunya membuat penerbit berpikir beberapa kali sebelum menerbitkan buku untuk remaja. Beda dengan dulu saat fiksi islami masih booming, saat ini penyerapan fiksi remaja sedang tidak terlalu bagus.
Cakrawala Publishing dikenal sebagai penerbit yang amanah dan suka menyambung silaturahmi. Jika kebanyakan penerbit lain menyelesaikan urusan pembayaran royalti, tanda tangan surat perjanjian, dan laporan keuangan hanya melalui transfer dan via pos, Cakrawala Publishing lebih suka memanggil penulisnya untuk datang langsung, bertatap muka, serta melaporkan penjualan secara transparan plus membayar royalti secara cash, tentu jika sang penulisnya tidak berhalangan.
Setiap bulannya, Cakrawala Publishing menerbitkan dua judul buku baru, cetakan pertama minimal tiga ribu eksemplar. Pak Khaer mengakui akan ada perbedaan presentase royalti antara penulis senior dengan penulis pemula, yang jelas kisaran royalti antara 7 persen hingga 10 persen dari harga jual buku, pembayarannya dilakukan per empat bulan. Penulis pun boleh menyampaikan ide-idenya berkenaan dengan desain sampul, ilustrasi, dan lainnya.
Untuk jaringan distribusi, Cakrawala Publishing sudah bekerjasama dengan TB. Gramedia, TB. Gunung Agung, grosir-grosir dan eceran di seluruh Indonesia, bahkan menjangkau Indonesia timur juga.
Buat kamu yang ingin mencoba mengirim naskah, bisa mengirim soft copy naskahmu via email ke cakrawala_publish@yahoo.com atau datang langsung membawa hard copy naskahmu ke Jalan Palem Raya No. 57 Petukangan Utara Jakarta Selatan, telepon 021-70602394. Kalau naskahmu dianggap layak, kamu akan diminta untuk mempresentasikan tulisanmu. Selamat mencoba! [Syamsa]
Selengkapnya...
Senin, 14 September 2009
[Kiat Menulis] Bagaimana Cara Membuat Tulisan yang Bagus, Menarik dan Menggugah?
belajarmenulis.com
Dalam berbagai kegiatan pelatihan penulisan, atau obrolan pribadi, saya seringkali disambut oleh pertanyaan seperti ini. Tentu saja, susunan redaksionalnya berbeda-beda. Ada teman penulis yang bertanya, “Saya ingin membuat tulisan yang sangat luar biasa seperti novel Laskar Pelangi. Bagaimana caranya?”
Atau, “Bagaimana caranya agar saya bisa membuat tulisan yang benar-benar berkualitas tinggi, disukai oleh jutaan pembaca, menggugah, menimbulkan kesan yang mendalam, menyentuh perasaan, pokoknya yang benar-benar spesial dan luar biasa banget, deh.”
Baruan (sebelum tulisan ini dibuat), ada teman lain yang bertanya, “Kenapa sebuah karya bisa “abadi” di hati pembaca? Misalnya Ronggeng Dukuh Paruk-nya Pak Ahmad Tohari. Ada resep khusus untuk membuat karya seperti itu?”
Saya yakin, banyak di antara Anda yang memiliki pertanyaan yang sama. Anda pasti ingin tahu apa jawabannya, ya?
Oke, menurut pendapat saya begini:
Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan seperti di atas tak perlu diajukan sama sekali. Anda bahkan tak perlu memikirkannya.
Yang harus Anda lakukan adalah:
* Teruslah berlatih menulis. Jangan pernah berhenti menulis. Sebab menulis itu seperti menyetir mobil. Semakin tinggi jam terbang Anda, maka keahlian Anda pun insya Allah semakin baik.
* Rajin-rajinlah membaca buku-buku yang berkualitas. Jika tubuh kita diibaratkan “pabrik penulis”, maka inputnya - antara lain adalah bacaan, dan outputnya (atau produk yang dihasilkan) adalah tulisan. Dengan demikian, kegiatan membaca bagi seorang penulis sangat penting. Tulisan kita akan banyak diwarnai oleh jenis bacaan yang kita lahap. Bila Anda rajin membaca teenlit, maka Anda akan menjadi seorang penulis teenlit. Bila Anda rajin membaca opini di surat kabar, maka Anda akan menjadi seorang penulis opini. Demikian seterusnya.
Jadi bila Anda ingin membuat novel sebagus “Ronggeng Dukuh Paruk” misalnya, maka rajin-rajinlah membaca novel yang kualitasnya seperti itu. Maka insya Allah, Anda akan ketularan :)
Kiat yang saya beberkan di atas mungkin terkesan sangat sederhana. Anda mungkin tidak percaya, bahwa untuk membuat tulisan yang sangat bagus, menarik, menggugah dan abadi di hati pembaca, kiatnya hanya sesederhana itu.
Tapi percayalah! Kiat di atas memang terkesan sangat sederhana. Tapi bila dipraktekkan secara sungguh-sungguh, insya Allah suatu saat nanti Anda akan menemukan sebuah - bahkan mungkin banyak - fakta yang mengejutkan :)
Yang jelas, seperti yang saya sebutkan di atas, Anda tak perlu repot-repot memikirkan “Bagaimana caranya agar saya bisa membuat tulisan yang sebagus novel karya Ahmad Tohari atau Andrea Hirata”. Praktekkan saja kedua kiat di atas. Saya doakan, suatu saat nanti Anda akan jauh lebih hebat dari Andrea Hirata bahkan Stephen King!
Amiin….
Cilangkap, 6 Juni 2008
Jonru
Selengkapnya...
Mengenal Ketua Umum FLP Pusat
Setiawati Intan Savitri, dikenal juga dengan nama pena Izzatul Jannah. Mbak yang biasa disapa dengan panggilan ”Intan” atau ”I-Je” ini lahir di Jakarta, 12 April 1972. Mbak I-Je termasuk aktivis awal FLP. Beliau adalah Ketua FLP Solo periode 1998-2001, kemudian menjadi Ketua FLP Wilayah Jawa Tengah periode 2001-2005. Pada tahun 2005 Mbak I-Je terpilih sebagai salah satu anggota Majelis Penulis FLP, periode 2005-2009. Kebayang kan lumayan ”karatan”nya beliau di FLP...? :D
Mbak I-Je menuntaskan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi di Solo. Sekolah Dasar beliau lalui di dua SD, SDN Teladan Ungaran II Yogyakarta dan SDN 1 Karanganyar, Solo. Kemudian melanjutkan ke SMPN 2 Karanganyar dan SMAN 1 Karanganyar. Selanjutnya Mbak I-Je melanjutkan studi di Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta (1991 – 1996). Pada tahun 2005 Mbak I-Je melanjutkan studi master di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada minat utama Psikologi Sosial, dan lulus dengan predikat cum laude pada tahun 2007 (IPK 3,95).
Selain dikenal sebagai penulis, sejak lama Mbak I-Je dikenal juga sebagai pekerja LSM. Beliau pernah menjadi Ketua LSM Pemberdayaan Perempuan dan anak Pinggiran ”Seroja”, Ketua Divisi Pendidikan Yayasan Miftahul Jannah, serta relawan di Titian Foundation. Pada tahun 2003, Mbak I-Je pernah meraih Muslimah Award kategori Pekerja Sosial dari Solo Pos. Mbak I-Je juga memiliki minat besar dalam bidang Penelitian, Pendidikan, Public Speaking, dan Training.
Soal bekerja, Mbak I-Je bisa dibilang seorang workaholic. Dari menjadi guru, manajer penerbitan, pemred majalah remaja, hingga saat ini beliau mendapat amanah sebagai General Manaje Penerbitan PT Balai Pustaka. Sebagai GM di Balai Pustaka, Mbak I-Je memimpin divisi penerbitan yang terdiri dari 4 departemen buku: Departemen Buku Sastra dan Umum, Departemen Buku Anak, Departemen Buku Pendidikan dan Referensi, Departemen Buku Penyuluhan dan 3 sub departemen supporting: sub dept. Penyimpanan buku, sub.dept.
Saat masa bulan madu fiksi islami, Mbak I-Je banyak melahirkan karya-karya bermutu. Bukan hanya fiksi, Mbak I-Je juga menulis nonfiksi dengan topik utama: Psikologi, Pendidikan, Wanita, Remaja, Keislaman. Daftar lengkap karya Mbak I-Je, silakan lihat di bawah ya.
Mbak I-Je menikah dengan Banu Witono, S.E. Ak. M.Si., dosen dan Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Beliau dikarunia 3 putri: Farhah Kamilatun Nuha (11 tahun), Firna Nahwa Firdausi (9 tahun), dan Fadila Rosyidatul ‘Ala (7 tahun). Setelah sekian tahun menetap di Solo, kini Mbak I-Je dan keluarga tinggal di Jakarta.
Daftar karya Izzatul Jannah:
FIKSI
1. Apa Kabar Cinta? (Era Intermedia Solo, 2001) Novel
2. Setitik Kabut Selaksa Cinta (Era Intermedia Solo, 2001) Novel
3. Padang Seribu Malaikat (Era Intermedia Solo, 2002) Novel
4. Festival Syahadah (Era Intermedia Solo, 2002) Novel
5. Gadis Dalam Kaca (D&D Publishing Solo, 2003) Novel
6. Setangkai Puisi Cinta (D&D Publishing Solo, 2003) Novel
7. Menara Langit (DAR! Mizan Bandung, 2003) Novel
8. Denting Bintang-Bintang (DAR! Mizan Bandung, 2004) Novel
9. Runaway Blues (DAR! Mizan Bandung, 2004) Novel
10. Tarian Bidadari (Pena Jakarta, 2005) Novellet
11. Edelweiss (Fatahillah Bina Al Fikri Jakarta, 2005) Novel
12. Cahaya di atas Cahaya (Asy-Syaamil Bandung, 2000) Kumpulan Cerpen
13. Berjuta Hidayah (Asy-Syaamil Bandung,2000) Kumpulan Cerpen
14. Gadis di Ujung Sajadah (Fatahillah Bina Al-Fikri Jakarta, 2002) Kumpulan Cerpen
15. Perempuan Suamiku (Asy-Syaamil, Bandung) 2003
16. Hingga Batu Bicara (Bersama Helvy Tiana Rosa, Maimon Herawati, Asy-Syaamil, 1999) antologi cerpen bersama
17. Cermin dan Malam Ganjil (FBA Press, 2002) antologi cerpen bersama
18. Luka Tlah Menyapa Cinta (FBA Press, 2002) antologi cerpen bersama
19. Bulan Kertas (FBA Press, 2003) antologi cerpen bersama
20. 17 Tahun (FBA Press, 2005) antologi cerpen bersama
21. Perempuan Bermata Lembut (FBA Press, 2005) antologi cerpen bersama
22. Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf, antologi cerpen bersama FLP Jawa Tengah, (Indiva Media Kreasi, 2008)
NONFIKSI REMAJA:
1. 10 seri pengembangan pribadi remaja: diterbitkan Era Intermedia, 2002
2. Kado buat Sahabat
3. Every Day is ”PD” Day
4. How to be a Winner
5. Easy Going No Way
6. Nge-gank sama Mami Papi
7. Be new You!
8. Bincang-bincang Ramalan Bintang
9. Histeria Sang Idola
10. Selamat Datang di Kerajaan Cinta
11. Nih Dia, Zona Pembelajar
12. Be a Super Star, panduan remaja untuk sukses D&D Publishing,2005
13. Be Different, panduan remaja untuk sukses D&D Publishing, 2005
14. Remaja Gila Baca, panduan remaja suka membaca FBA Press, 2006
BUKU ANAK:
1. Serial Khalid, Era Intermedia, 2003
2. Farah dan Kursi Ajaib, D&D Publishing
3. Puisi Hening, PT. Tiga Serangkai, 2006
4. Lukisan Terindah, PT. Tiga Serangkai, 2006
5. Binder Istimewa, PT. Tiga Serangkai, 2006
NONFIKSI DEWASA:
1. Diary Pengantin, Asy-Syaamil, 2003
2. Karena Cinta Harus Diupayakan, Asy-Syaamil 2004
3. Mengeja Cinta dalam Nama-Nya, Asy-Syaamil 2005
4. Rumah Penuh Cinta, Indiva Media Kreasi, Surakarta 2007
5. PsikoHarmoni, Indiva Media Kreasi, Surakarta
6. Akan terbit 10 Bersaudara Hafal Al-Qur’an, Syqma ArkanLeema, 2009
Selengkapnya...
Minggu, 13 September 2009
Kesialan Nayla
Oleh : lia mahirah
“ Aduh cape’ banget ini hari kuliah pul, sampai tak ada waktu istirahat untuk makan. Karenanya waktu makan habis untuk kerja tugas melulu ” ujarku pada Nayla
“ Bener banget, Rin…sampai - sampai otakku jadi puyeng gini, denger ocehan pak Gapar tadi” tambah Nayla menimpali
“ Puyeng gimana Nay, bukannya lo tadi main saat pak Gapar ngejelasin. Duduknya di bagian belakang lagi”
“ Iya sih, tapi di belakang gue tuh nda bisa konsen jadinya”
“ Emang, apa sih yang lo kerjain?”
“ Main ‘godam tikus’” ucapnya santai
“ Wah itu mah nda perlu pake konsentrasi jeng”
“ Yeeeeeh,gimana bisa ?. Tau nggak karena denger pak Gapar cuap – cuap terus jadinya game over melulu” jawabnya tak mau kalah
“ Bukan salahnya pak Gapar kale, itu mah salah mu sendiri. Gue taukan lo nggak jago main godam tikus. Game ular aja hanya bisa sampai 800 poin…Udah ah, gue lapar mau ke Kansas (kantin sastra)” ujarku
“ Enak saja, gue jago kok………eh tunggu dong” katanya sambil menghampiriku
Setelah beberapa jam tadi otak dan tenagaku terperas habis. Cucian kala diperas, akhirnya bisa saya mengcharge kembali tenaga itu dengan makan dan minum juz alpokat favoritku. “Biarlah hari ini saya memuaskan kampung tengah”bisikku. Padahal jika di hari – hari lainnya saya begitu hemat, demi fotocopy seabrek tugas dan catatan penting dalam buku jika dosen tak mau menjelaskan. Maklum anak pondokan uang kiriman orang tua selalu pas. “Kulihat Nayla hanya membeli Rp 2000,- ubi goreng disertai satu gelas air putih sungguh hemat”gumamku
Selesai makan di Kansas saya dan Nayla menyusun rencana selepas mata kuliah filsafat untuk ke rumah Ocha. Maksud saya pondokan Ocha. Saat saya ditinggal Nay sendiri saya berpikir tak ada salahnya silaturahmmi kesana, hitung – hitung cari anugra ( anu gratis ) di siang hari. Lagi pula dari cerita Nay katanya Ocha baru pulang kampung, so pasti banyak deh yang dia bawa dari kampung, “he…he..dasar otak anak pondokan” bisikku sambil nyengir sendiri. Selepas menelpon sontak Nay mengagetkanku
“ Dor” ucapnya sambil memegang pundakku
“ Kenapa ngelamun non, saya tau apa yang lagi lo pikirin?” ujarnya sok tau
“Apa benar dia bisa tau, kalo sebenarnya tujuan gue ke rumah Ocha untuk makan gratis? wah bisa malu aku” pikirku
“Pasti, lo lagi mikirin tugas makalah yang besok dikumpul, Iya kan? Karena gue tahu belakangan ini, lo sibuk banget buat proposal lomba. kasihan Makanya jangan jadi sekertaris, kayak gue dong, jadi anggota santai jeng” ketusnya dengan bangga menyandang gelar anggota.
Tumben Nayla ingat akan tugas makalah itu. Padahal setahuku dia orangnya cuek bebek bila ada tugas. Memang sih, belakangan ini gue sibuk. Tapi jika berurusan dengan tugas, maka semua pekerjaan dari organisasi saya pending dulu. Karena bagiku organisasi adalah pilihan kedua. Akan tetapi mengenai makalah ini benar – benar saya lupa . Untung deh Nayla mengingatkanku. Terpaksa sebentar malam saya SKS lagi ( Sistem Kebut Semalam). Tapi saya beruntung, ternyata dia tak tahu rencanaku, tapi kupikir pasti tujuan Nayla sama denganku, tidak lain tidak bukan mengejar makan gratis.ha..ha
“Malah bengong, jadikan…jadi dong. Kita udah janji nih ama Ocha”
“Iya jadi, tapi jangan kesorean yah pulangnya”
“Oke bos, kulihat Nay tampak senang dengan jawabanku. Pastilah benar pikiranku ia mau kesana hanya untuk makan terlihat dari wajahnya.
* * *
Usai kuliah matahari semakin menampakkan kekuatannya. Rasanya hari ini adalah hari yng paling panas di antara hari – hari lainnya. “seperti gurun pasir saja kota makassar ini” kataku. Kulirik jam tangan menunjuk pukul 13.00, pantaslah luar biasa panas, entah ke mana pula angin sepoi – sepoi itu berada. Tadinya saya ingin mengusulkan untuk naik ojek ke rumah Ocha , tapi setelah ku kocek katongku dalam – dalam ternyata hanya tersisa Rp 3000,- saya lupa kalo ternyata tadi saya telah menghabiskan Rp 7000,-saat makan di Kansas. Dengan pasti ku langkahkan kaki keluar dari ruang kuliah menyusuri jalan bersama Nayla. Kulihat ia tenang – tenang saja menikmati teriknya matahari …Tapi lama-kelamaan ternyata muncul juga omelan dari mulutnya, saat berjalan di jalan tanpa ada pohon satupun yang tumbuh.
“ Aduh panas banget, kok lo nggak ngerasa sih? oh iya, pantas baju elo panjang sih. Padahal lo tahu nggak? tadi saat ke kampus, gue lupa pake body lotion… Pasti bentar malam kulit gue gatal dan kering. Kalo tau makassar kayak kompor gini, gue batalin aja deh…n bla…bla..”katanya sambil mengipas
Sudah sepotong jalan kulalui. Sangatlah sia – sia perjalanan kita kalo harus kembali. Saya mencoba untuk menenangkannya sedikit. Walaupun dari awal dia yang memaksaku untuk datang, eh malah sekarang dianya yang mengomel. “Dasar cewek aneh”
“Udah hamper Nay, tuh atap pondokan Ocha sudah kelihatan”
“Oh iya, bener juga Rin, ayo lebih cepat kalo gitu. Tenggorokan gue udah kering, bibir gue juga serasa pecah – pecah” ujarnya sambil menarik tanganku. Kulepaskan tarikannya dan menyuruh ia duluan. Karena rasanya kakiku sudah ngilu, nggak kuat lagi untuk jalan.
Dia meninggalkanku beberapa jarak. Entahlah dia terlihat begitu semangat untuk bisa sampai ke rumah ocha. Keinginan pertamaku untuk ke rumah Ocha demi makan siang, rasanya tak terpikir lagi. Hanya air putih saja yang ingin saya minum sebanyak – banyaknya. “Betapa letih hari ini”. Ku lihat lagi Nayla sudah hampir sampai, dia langsung berlari kecil. Mungkin ia segera ingin menghindari panasnya bumi “ aaawaaas ”teriakku. Ternyata teriakan itu tak berguna juga. Brukk bola itu tepat menghantam wajahnya. Tawaku rasanya ingin meledak.tapi segera kutahan.
* * *
“ Aduh…gue ada dimana nih” tanyanya sudah bangun dari matahari merah jambu alias pingsan
“ Lo ada di neraka, ha..ha..katakku menakuti. Yah enggaklah jeng sekarang lo di rumah Ocha.
Makanya jadi orang jangan terlalu semangat ...pake lari lagi, sekarang lo makan gih” kataku
“ Terus Ocha kemana, Rin?”
“ Keluar sebentar,katanya pengen ngembaliin buku temannya”
Nampaknya, sundulan bola itu membuat Nayla lupa akan kejadian yang tadi. Baguslah ia lupa, karena kalau tidak, pasti deh dia akan mencari orang yang menyundulnya sampai ke ujung langit sekalipun” lalu iapun mulai makan.
“ Pelan…pelan Nay, entar keselek”
“ Aduh, gue lapar banget, di kampus tadi hanya makan gorengan. Kubiarkan saja dia menghabiskan makan yang disediakan Ocha. Kasihan juga dia”
* * *
Dalam kamar yang berbentuk segi empat , “cukup luas juga”. Sambil menunggu ocha dating, kuhabiskan waktu dengan memandangi setiap dinding. Dihiasi dengan beberapa foto dan kertas yang tak terhitung jumlahnya. Tertulis tentang vocabulary (kosakata). “benar-benar mencirikan Ocha banget sebagai anak sastra inggris” kataku pada Nayla. Tak ada sahutan kubalikkan diri, pantaslah ternyata Nayla sedang asik menikmati setoples kacang sambil membaca majalah.
“eh jeng… tuh kacang dari mana lu nyolong??”tanyaku tak memperhatikan kacang itu dari tadi.
“gue dapat dari sono noh..” katanya sambil menunjuk kearah samping tempat sampah.
“mau nggak? Enak loh” ucapnya menyodorkanku
“enggak ah gue lagi jerawatan, sebaiknya loh minta izin dulu deh ama Ocha, takutnya dia marah makanannya lo lahap…
“hehehehehee…… elo Rin, kayak baru kenal Ocha kemarin aja. Diakan selalu nyuruh kita makan apa saja. Ingat gak sih saat gue rampas krupuknya, di gak marahkan???
“iya sih” kataku pendek. Saya hanya bisa terpaku melihat Ocha menghabiskan setoples kacang gurih itu.
* * *
“sorry gue kelamaan fren, tadi gue….
“ah.,. ga apa-apa kok Cha, nyantai saja.. apalagi gue udah di temenin ama setoples kacang yang ini nih..” ucap Nayla dengan bangga setelah ia menghabiskan kacang orang lain tanpa permisi.
Dari raut wajah Ocha kukira ia akan marah, rupanya ia malah tertawa terpingkal-pingkal melihat kacang itu tersisa beberapa biji lagi.
“ lihatkan Rin….Ocha aja malah senang kacangnya gue habisin, malah lo yang jadi sewot”
“hahahahaha… Nay.. Nayla tau gak itu kacang gue ingin buang, karena dah dikerumuni semut. Makanya gue simpan di samping tempat sampah, ehh… ternyata lo habisin”.
“APA..!!!” iapun lari terpontang-panting menuju WC untuk memuntahkan kacang yang sudah masuk.
“ Untunglah jerawatku ini ada gunanya juga. Kalau tidak,, pasti gue akan senasib seperti Nay. Makan kacang sisa semut. He…he” Tuturku.
Maros, 27 juli 20009
Selengkapnya...
Sabtu, 29 Agustus 2009
KAKAK RESUME
Wahhhhhhh….telat nie bagunnya, mana belum packing lagi nie,,,,,aduh mati nie,,,
Gerutuku di pagi sabtu,7 maret 09. Aku harus menjalankan amanah sebagai panitia di acara workshop kepenulisan ilmiah berhubung teman-teman se divisiku tak bisa ikut nimrung kerja di sana.
“Inna, habis sholat ashar kita langsung meluncur ke LAC. BARUGA ANTANG yah,,,dah telat buanget nie, mana kak desi dah menggerutu dari tadi…gumamku”
“Oce,deh….”
Mobil biru yang tak pernah lenyap dari pandanganku silih berganti menawarkan jasa pada setiap penumpang yang lewat termasuk padaku, tapi untuk saat ini aku hanya membutuhkan mobil alias pete-pete 07 tuk menjelajah di negeri antang. Laju mobil terus melejit dan menurunkan kami di tempat nongkrong ojek.
“kak desi, kita harus ojek tuk ke lac.antang yah??????”
“yup, itung-itung hemat biaya juga”
Menelusuri jalan-jalan penuh debu, asap, menggunakan sebuah motoh Yamaha dikemudi oleh bapak yang lumayan gemuk, polusi udara sepanjang jalan menggerogoti paru-paruku.
Sampai deh di lac.baruga,,,pemandangan ini tak asing lagi buatku, sudah tiga kali aku mabid tempat ini dengan berbagai kegiatan.kegiatannya berlangsung di salah satu gedung atirah lantai 2. Mataku mulai menelusuri sudut-sudut ruangan dan tertuju pada titik sudut yang memberikan aku sinyal tentang teman kelompokku, media AKADEMIKA.
“hai, fit, akhirnya kamu datang juga, tapi inikan belum jam lima. Apa kegiatanmu dah kelar???” sapa Irna panjang lebar.
“ ya, aku izin tadi dengan teman-teman yang lain, abis ku tidak mau ketinggalan banyak materi dari diklat ini”
Belum cukup sejam aku duduk mengelah napas panjang sambil mendengar materi, terdengar suara seorang panitia berbaju merah, rambut ikal, dan berbadan tinggi. Menyeru pada peserta diklat menyiapkan selembar kertas dan meresume materi yang baru saja di bawakan oleh pemateri yang notabandnya seorang yang berkecimpung di metro tv. Untung aku punya sedikit catatan.
***
Dengan menenteng tas seberat 5 kg yang berisi pakaian dan laptop, ku berjalan menurungi tangga demi tangga menuju ke kamar tidur yang telah disiapkan panitia diklat. Ku tatapi semua tulisan yang tertempel di pintu-pintu kamar, dan mataku mulai mencari sebuah kamar yang memuat namaku. Kamar no.2 berisi 6 orang yang salah satunya adalah aku.
“Tuk…tuk..tuk.., Assalamualaikum… boleh masuk????”triakku
Trak,,,pintu kamar terbuka lebar dan ku mulai melangkah masuk ke kamar dengan perassan aneh, asing, tak sseorang pun yang aku kenal. Tas yang menganiaya bahuku sejak tadi, ku letakkan di sebuah lemari kosong.
“ hai, kamu sholat tidak???” ku lontarkan pertanyaan ini pada semua penghuni kamar 2
“ya, aku sholat, tapi yang lainnya lagi halangan” jawaban polos Ayu,
“ kita sholat bareng yah….”
“oke,,,”
Ayu adalah seorang gadis manis, berbadan gemuk dan friendly buanget. Puput,mahasiswi foresty 07, yang lucu, tomboy, dan polos. Sinta, senasib dengan puput dan selalu nongkrong tidur di kamar kami. Ini sekilas tentang teman kamarku.
“Waktu istrhat dah habis nie, ayo kita kembali ke atas untuk mengikuti materi selanjutnya”
“Ayo,,,” jawaban serempak
***
Kembali lagi aku harus mempersiapkan diri, menyegarkan otak dengan materi-materi sekitar jurnalistik. Selama sejam aku belajar menyerap semua informasi-informasi yang disampaikan sang pemateri, aku pun asyik menyimak keaktifan teman-teman bertanya, sampai-sampai tak ada kesempatan yang di berikan padaku untuk bertanya hal yang ingin aku perdalam. Dari kejauhan, sosok pria berambut ikal, memakai kaos merah kembali menyita perhatianku.
“Nah,itu lah tadi materi mengenai teknik hunting dan service dilapangan, sekarang siapkan lagi kertas dan bersiap-siap membuat resume dari materi tadi selama 2 menit…” intruksi kak Rian yang berambut ikal itu.
“ Tidak ada kertas nih, kak” teriak seorang peserta dengan penuh semangat.
Lembaran-lembaran HVS pun di bagi pada setiap peserta. Kini waktunya menyalin hal-hal penting yang ada dalam catatanku untuk dijadikan bahan resume. Baru baris kedua., aku melontarkan tulisanku di kertas HVS yang di bagikan tadi, tiba-tiba seruan dari kak Rian untuk mengumpul kertas menaikkan tekanan darahku, membuatku menulis seperti cakar bebek sampai-sampai aku sendiri kewalahan tuk membacanya.
“Kumpullll….kalau hitrungan ketiga tidak di kumpul, tak akan aku terima lagi lembar jawabannya…1…..2…….” ancama kak Rian
Belum sampet bibir merah kak Rian menyebutkan angka 3, semua berlarian dan berlomba-lomba mengumpulkan selembar HVS itu. Kertas-kertas berserakan di lantai dan terinjak.
***
Entah, apakah kaos merah itu adalah kaos kesayangan kak rian atau mungkin tak ada kaos lain, hingga kaos itu tak pernah lepas dari tubuh kurus kak Rian. Setiap dia muncul di sekitar kami, kami telah siap siaga menyiapkan selembar kertas bahkan tak jarang teman-teman membuat resume sebelum di minta..
“ukh….kak rian dah nongol tuh bentar lagi kita harus membuat resume.” Gerutu Irna
“ ya udah kita tulis aja sekarang bahan resumenya sebelum kak rian menginjakkan kaki menggatikan posisi moderator”
Selembar kertas polos di nodai tinta biru, ku letakkan di pinggir meja agar lebih mudah mengumpulnya. Tapi, kali ini dugaanku salah. Pria ikal yang biasanya meminta membuat resume kini berkata lain.
“Berhubung kalian telah mengkorupsi waktu karna terlalu banyak bertanya, jadi setelah menyelesaikan meteri selanjutnya kalian langsung membuat 3 resume sekaligus dalam waktu lima menit. Sekarang regangkan sedikit otot kalian kemudian kembali menerima materi” cuap-cuap kak rian dengan tatapan cukup tajam.
“Duh,,,menjengkelkannya,,,,”mulut lili mengeluh dan mendaratkan pulpennya di dekat kak rian.
Semua mulut peserta berceloteh-celoteh ringan sambil menunggu datangnya pemateri. Aku dan teman kelompokku membicarakan kak rian, hingga pada akhir pembicaraan kami sepakat mengganti nama kak rian yang keren itu menjadi KAKAK RESUME. Putaran kipas angin yang tergantung di ubun-ubun ruangan masih setia menemani kami dengan jasa anginnya. Jam 2 siang telah terpajan di jam tanganku, suasana ngantuk menyelimuti sudut-sudut ruang, virus-virus ngantuk menyebar dan sangat menular. Konstrasiku mulai menurun, pikiranku melayang, tak bisa fokus lagi., air mata mulai menetes di pelipis mataku, sudah tak terhidung berapa kali aku membuka lebar mulutku karena ngantuk. Ku pandangi orang-orang sekitarku, ternyata tak jauh beda dariku bahkan sudah ada yang masuk dalam dunia mimpi sementara seorang fotografer yang sedang berbagi ilmu dengan kami. Aku mencoba menahan kantuk ini dengan banyak bercanda dengsan irna, apalagi kami berdua suka dengan dunia fotografi. Seusai materi fotografi dilontarkan panjang lebar pada kami, Aslan Abidin yang notabandnya seorang penyair mengisi kembali bangku kosong yang menjadi tahta sang pemateri. Ngantukku pecah, saat bait-bait kata penyair 21 itu terlontar dengan indah. Ku dalami setiap kata yang dituturkannya dan ku petik beberapa buah kata yang kemudian tersusun menjadi puisi cinta, yang isinya….
Bulan memancar
Perahu melancar
Bila cinta memanggilmu
Maka datanglah
Meskipun ada pedang yang tersembunyi di balik sayapnya
Cinta dibaluti jutaan kata
Kata dalah sepenggal hati
Ada rasa disetiap kata
Kata hatiku tertenun di balik puisi ini
Seusai menyusun pilahan-pilahan kata itu, ku layangkan puisi ini pada brotherku tersayang dengan via sms.
***
“Kakak resume dah nongol lagi tuh,,”lili menunjuk kak rian
Jejak langkah pria kurus dan berambut ikal itu, kembali menyita perhatian kami dengan kaos merahnya dengan penuh percaya diri berdiri dihadapan kami. Langkah kakinya terhenti ketika aku teriak dengan suara lantang
“Kakak resume,,,,, ……..”
Semua mata melolotiku, hanya dalam waktu 2 detik saja. Dan selanjutnya semua teman-teman menarik suatu keputusan bersama secara serentak dan bersamaku memanggil kak Rian
“Kakak resume,,,kakak resume datang lagi….”teriak seluruh peserta
Wajah pria ikal itu tiba-tiba memerah sesaat tapi, pandangan matanya sangat cuek dan mengiringi langkahnya dengan senyuman dibibir merahnya. Entah mengapa seorah-olah kehadirannya menjadi sosok terseram bagi kami.
“ yah,,sekarang….”
Belum sempat kak Rian ,menjelaskan makudnya hadir di tengah-tengah kami, semuanya berteriak
“RESUME…..RESUME LAGI………….”
“Baiklah karena kalian telah mengerti silahkan buat sekarang, ingat tiga materi yah,,cerpen, puisi, dan fotografi”
Semua sibuk, semua menulis cepat
“Sambil mengawasi kami yang sedang larut dalam kesibukan membuat resume, kakak resume mengeluarkan jimat-jimat ampuh dari bibirnya,
“wartawan itu harus pandai menyikapi masalah yang terjadi, wartawan harus menulis cepat, tidak boleh lembek dan harus memiliki komitmen. Semua wartawan harus mampu mengorek informasi-informasi yang ada,. Yah,5 detik lagi
“Kak belum selesai nih, dikit lagi yah,,,”permohonanku…..
“ayo cepat kumpul, anbis ini siap-siap kembali kekamar, terserah kalian mau sholat, tidur atau apapun,yang penting jam 7 teng semua harus kembali lagi di ruangan ini, yang terlambat akan mendapat tugas tambahan.
***
Usai makan, aku, irna dan teman-teman AKADEMIKA berbincang-bicang ringan sambil menambah keakraban diantara kami. Bersama mereka aku mendapat banyak pelajaran salah satunya aku diajari agar tetap tenang menyelesaikan tugas walau waktunya sangat singkat dan mepet. Kak Iqbal yang paling tua diantara kami, tertawa besar adalah ciri khasnya, awalnya aku fikir dia orangnya hancur banget tapi ternyata dia yang paling dewasa di antara kami yah sesuailah dengan usianya, pantes Ilham selalu hormat padanya, secara,,dia senior ilham di sastra. Iham adalah pemimpin alias ketua media AKADEMIKA dan cukup bertanggung jawab bila ada sesuatu yang menimpa teman kelompoknya. Sandi, pria satu ini cukup pendiam dan kreatif. Fajrin adalah mahasiswa hukum yang tak bisa lepas dari rokok. Irna, orang pertama yang aku kenal dalam kelompok ini, cukup ramah dan narsis abis. Lili berbadan tinggi semampai, hobbynya menulis tapi paling malu mempubllikasikan tulisannya. Munji, ini ni temanku yang tahan banting abias, berani dan selalu mempertinggi nilai bahasa dan budaya Indonesia secara dia anak sastra daerah. Dan aku sendiri yang selalu mencoba menjaga keakraban dan menciptakan kehangatan dalam media AKADEMIKA ini.
***
“Ukh……..tak terasa yah tiga hari dua malam kita menghabiskan waktu disini, dan sebentar lagi kita akan terjun kelapan tuk langsung melakukan wawancara”ujarku
“Kira-kira kita dapat dilokasi mana yah???????”Tanya Ilham
“Aku maunya di benteng,,,itung-itung refreshing juga”
“Ide yang bagus tuh, maka teman-teman permantap yel-yel kita, agar lokasinya juga mantap”
“Oye,,pak ketua” serempak
Usai melantunkan yel-yel setiap kelompok media, termasuk media AKADEMIKA. Inilah hal yang paling dinanti dan paling menegangkan. MC ambil alih kekuasaan, dan mulai memilih tempat untuk setiap media.
“Media kronik ke nusantara, media resensi ke TPA……dan yang terakhir media AKADEMIKA, menjelajah kekuburan cina saja, ngobrol-ngobrol ma penghuni kuburan,,he…he..”untaian lebar sang MC
Tercermin rasa kecewa di wajah kami, hayalan yang indah kini hanya menjadi hayalan terabaikan. Tapi kami mencoba untuk optimis dan bekerja semaksimal mungkin. Bus teknik membawa kami ke lokasi, kami hanya di beri waktu selama 1 jam, bila terlambat bus akan meninggalkan kami tanpa perasaan karena seorang wartawan itu harus on time. Aku belajar berkomunikasi dan mengorek data tentang perkuburan cina ini dengan warga setempat. Kerjasama dan kekompakan sangat aku rasakan dalam kelompok AKADEMIKA, seakan telah mendarah daging. Walaupun kami berasal dari latar belakang jurusan yang sangat berbeda, tapi kami mampu mengisi setiap cela kekosongan di antara kami.
“Tinggal lima menit lagi teman-teman, ayo kita kumpul dan menunggu bus disini” peringatan sang ketua
Kami berkumpul dekat pintu gerbang dan mengabadikan hasil perjuangan kami dengan foto-foto di area itu. Tak lama kami menunggu bus kembali datang menjemput kami
***
Tepat pukul 22.00 WITA, acara penutupan di mulai. Setalah mengumumkan peserta yang terbaik dan kelompok media yang terbaik, MC memanggil ketua panitia untuk menyampaikan sepatah kata mengenai kegiatan selama tiga hari ini.
“mari kita panggil ketua panitia tuk menyampaikan sepuluh patah kata mengenai kegiatan selama tiga hari ini.” Intruksi MC
“Kakak Resume,,,Kakak Resume…Kakak Resume” Serempak semua peserta
Kak rian ternyata telah menyadari bahwa namanya telah disulap sedemikian rupa menjadi kakak resume, hanya karena kebiasaannya member intruksi untuk membuat resume di setiap mnateri. Langkah kaki kak rian engan tetap membanggakan kaos merahnya, memikat perhatian semua makhluk dalamn ruangan itu. Panjang lebar kakak resume ini berargumen dan cuykup menawan
“ Aku salut dengan peserta diklat tahu ini, karena terkenal paling heboh walaupun jumlahnya paling sedikit dari tahun sebelumnya dan yang paling berkesan karena saya mendapatkan julukan baru.” Kesan sang rambut ikal
Semua berakhir dengan indah, kakak resume telah menjadi panggilan akrap untuk kak rian. Walaupun agak aneh tapi mau tidak mau harus di terima.
***
Identitas penulis
Cipiet panggilan hangat untukku semenjak aku menginjakkan kaki di fakultas kedokteran jurusan ilmu keperawatan universitas hasanuddin Makassar. Soppeng, menjadi tempat bersejarah kelahiranku saat adzan sholat id disuasana nan FITRI di kumandangkan pada tanggal 5 may 1989. Menjadi nursing care menjadi cita-citaku selanjutnya. Menulis dan membaca puisi telah menjadi habbyku sejak mengenal puisi dan sekarang ku sedang mencoba menorehkan pena diatas kertas polos untuk menulis cerpen. Saat ini, aku sedang aktif menjadi anggota Forum Lingkar Pena Ranting Unhas (FLP UH). Sebuah puisi yang terlahir dari serangkaian kata dalam hatiku sempat termuat di identitas dengan judul “CETAK BIRUKU” dan “APA KATA MEREKA”yang termuat di bulletin PIONER (Pen Ink Of Ner). Ingin bertukar info mengenai kepenulisan atau apa saja, e-mail : nurfitri_ners07@yahoo.com atau kunjungi saja www.irv3.blogspot.com dan bergabung dalam facebook dengan alamat nurfitri_ners07@hotmail.com
Selengkapnya...
Selasa, 25 Agustus 2009
Bangkit Sahabatku
Ziaul Haq
Hai sobat… ingatkah cerita kita dulu
Hujam deras menghujam bumi
Matahari terik membakar tubuh
Namun langah kita tak terhalang
Tiada keluh tiada kesah
Jalan berduri kita lewati
Aspal panas bagai sebongkah es
Semangat dakwah menggebu di dada
Siang malam kita bersama
Bekerja dalam segala kepenatan
Setan malas senantiasa menggoda
Namun kita dapat melawannya
Tapi itu cerita dulu
Yang sudah tersimpan dalam folder kenangan
Tawa canda itu tlah hilang
Jalan kita kini terhalang tembok egoisme
Semangat itu telah pudar ditelan masa
Mengurung diri dalam kesendirian
Kini kita telah beda jalan
Kamu tidak seperti yang dulu lagi
Namun keyakinan itu masih mengelora qolbu
Bayangmu masih ingin mengikuti langkahku
Perlahan tapi pasti kau kembali
Karena jalan ini memang disiapkan buat kamu
Tiada kata menyerah selagi mampu sobatku
Kembalilah bersamaku melanjutkan langkah
Mengembara dalam dunia perjuangan
Jalan masih panjang
Bangkitlah sahabatku
Selengkapnya...
Sabtu, 22 Agustus 2009
Brownies Itu....
A.Saputri Mulyanna (Ketua FLP Ranting Unhas 2008/2009)
Minggu siang, di sebuah kafe, aku dan teman-teman SMA mengadakan acara reunian. “abaDi “ kafe tempat perkumpulan itu. Ini yang pertama kalinya sejak kelulusan kami. Lima tahun lamanya, kami nyaris tak pernah ketemu. Paling hanya satu dua orang, tidak sebanyak ini. Dan sekaranglah saatnya melepas rindu, merekam kembali kenangan indah saat sekolah dulu. Untuk sementara, kesibukan-kesibukan kuliah terlupakan.
Aku sangat senang. Maklum, selama ini aku hanya menjalin komunikasi dengan Fitri, sahabatku. Eh, pernah juga ketemu dengan Nejad di sebuah acara pernikahan. Dan belakangan baru tahu, ternyata kami sepupu-an. Ga’ nyangka sama sekali. Nejad yang selama sekolah dulu paling aku benci karena sikapnya yang over banget, ternyata saudara ‘sekian’ kaliku. Dunia memang sangat sempit! Sedangkan teman-teman yang lain…yah, paling komunikasinya cuma lewat SMS doang. Atau lewat nelpon kalau lagi kelebihan pulsa.
***
Mataku menerawang ke atas, tertabrak pada langit-langit kamarku yang sudah usang namun tak bernoda. Maklum, tadi pagi baru saja kubersihkan setelah sekian lama sarang laba-laba bergelantungan disana. Pikiranku melayang tak karuan. Malam, kini semakin larut. Perlahan sinar rembulan tak lagi menyelimuti bumi. Deru kendaraan yang gemar berlalu-lalang di jalan depan rumahku perlahan semakin sepi. Beberapa menit kemudian, sayup-sayup kudengar pentungan berbunyi 12 kali. Aku yakin, pentungan itu berasal dari Pos Kamling di seberang sana. Ya, tanpa kusadari aku menghitungnya. Hari, kini berganti hari. Pasti orang-orang akan semakin terlelap dengan mimpi-mimpinya. Pun begitu dengan Ayah dan Ibu, mereka pasti sudah tak sadarkan diri. Apalagi Retno, saudara tunggalku yang hanya berselisih 3 tahun dengannya, sejak tadi dia sudah merangkul guling kesayangannya di sampingku. Sementara aku, jangankan tidur, sekedar memejamkan mata saja rasanya teramat sulit kulakukan.
Wanda, tak sepantasnya kamu bertindak sprti itu di depan Ayya. Dia hanya seorang manusia, tempat khilaf & kekurangan berlabuh. Sama seperti kita. So, jgn pernah memelihara dendam di hati kita. Toh kita jg pasti prnah mengukir kesalahan, sama seperti dirinya. Tuhan sj Maha Pemaaf,, lalu apa yg kita sombongkan hingga tak mau memaafkan orang lain??
Begitu isi SMS dari Fitri, kira-kira satu jam setelah aku meninggalkan acara reunian tadi. Hatiku semakin tertusuk tajam. “Bukan karena Ayya, Fit. Tapi….Brownies itu!!!” aku berucap lirih. Tak terasa, buliran air mataku tak terbendung lagi di pelupuk mataku, tumpah tak terkendali. Akhirnya, benteng pertahananku kembali runtuh. Berusaha kutegarkan diriku, tapi tetap tak berhasil. Aku tak berdaya. Kesepian malam semakin membuatku larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Aku menyerah,,,
Kejadian tadi sore masih menyisakan cerita dalam ruang khayalku, yang akhirnya memaksa memori kecilku untuk merekam sempurna kenangan pahit 2 tahun lalu. Padahal, sekian lama aku telah berusaha untuk bisa melupakannya. Dan hari ini, bayang-bayang itu semakin menghantui, kembali menikam pikiranku sendiri. Aku pun tak dapat menolak, sosok Maya memenuhi seluruh ruang ingatku. Kembali membangunkanku dari tidur lelapku. Tidur yang berhasil membuatku melupakan kejadian naas itu.
Di sebuah pagi yang sangat cerah, namun ternyata tak seindah mentari dipagi itu. Satu kejutan yang tiba-tiba menghampiriku, sebagai garis awal petaka itu. Semula, aku sangat senang. Aku mencapai puncak kebahagiaan, yang kemudian membuatku terperangah bukan main, dengan mata terbelalak, dan mulut menganga lebar. Sebuah mobil berwarna biru muda terparkir asing di garasi samping rumahku, persis belakang mobil Kijang milik Ayah. Awalnya aku berpikir bahwa mobil itu milik teman Ayah, tapi ternyata bukan. Cek per cek, ternyata mobil itu adalah kado di hari ulang tahunku itu. Ternyata mereka masih ingat denganku, putrinya yang tercinta, meski mereka selalu dirundung kesibukan yang sungguh luar biasa padatnya. Kurasakan kesenangan yang membuncah tak terkendali. Membuatku tak sanggup lagi berkata-kata. Bukan hanya karena mobil itu, tapi perhatian Ayah dan Ibu padaku….kasih sayangnya! Oh My God!!! Ciuman dan pelukan hangat pun kuberikan pada mereka, Ayah dan Ibu.
Ternyata, garis kebahagiaanku terhenti sampai disitu. Kala itu, kebetulan aku dan teman-teman se-Gank sudah ada planning untuk nonton bareng di Studio 21 Mall Panakkukang. “Film Nagabonar Jadi 2” menjadi pilihan kami. Meski sebelumnya, kami harus melakukan musyawarah demi mendapatkan hasil mufakat. Istilah dalam kamus kami, “rapat keputusan”, telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan gank kami sebelum mengambil sebuah keputusan . Sore itupun tiba. Aku berniat menjemput mereka dengan mobil baruku. Sekalian sebagai ajang perkenalan. Ayah dan Ibu setuju-setuju saja dengan niatku itu. Mereka sudah yakin dengan kemampuanku mengendarai mobil di tengah kota. Sebelum Kak Dedi berangkat ke Jepang, beliau sudah mengajarku mengendarai mobil. Meski awalnya, aku sangat takut tapi lama-lama akhirnya ketagihan juga. Aku bahkan sudah beberapa kali mengantar Ibu ke tempat kerjanya kalau Ayah lagi keluar kota.
***
Niat baikku ternyata disambut baik oleh semua teman-teman seGank-ku. Maya apalagi, katanya dia tak perlu lagi mengeluarkan duit untuk naik Pete’-Pete’ (baca: Angkot) ke manapun dia pergi. Aku pun bahagia bisa berbagi kesenangan dengan teman-temanku. Dua jam berlalu. “Film Nagabonar Jadi 2” sudah kami santap habis. Saat kami keluar dari bioskop pun, kekocakan film itu masih menyisakan tawa diantara kami. Hingga, secara tak sadar kami mencuri ucapan Bang Naga (Dedy Miswar) dalam film itu: ‘Apa kata dunia??!!!’. Derai canda dan tawa semakin menghiasi perjalanan kami menuju kafe Chocolatoz, tempat mangkal kami. Boleh dikata, kafe itu telah menjadi tempat persinggahan kami tiap kali pulang kampus. Bahkan tak jarang, kami melakukan rapat internal di kafe itu. Sedikit lagi, bisa-bisa kafe itu menjadi sekret kami. Maklum, suasana di kafe itu sungguh sangat nyaman. Selain murah, kafe itu sungguh sangat bermoral di mata kami, beda dengan kafe-kafe lainnya. Bagi pengunjung tak berpakaian rapi alias berpakaian ala preman, sangat dilarang masuk, bebas rokok, dilarang membawa senjata tajam masuk ruangan, apalagi membawa obat-obat terlarang. Pokoknya securitynya sangat disiplin. Jadi wajar saja, pengunjung kafe itu sudah pasti rapi-rapi dan yang paling penting lagi pengunjungnya adalah orang baik-baik. Bayangkan saja, security itu memeriksa setiap pengunjung yang ingin masuk, kecuali kami. Hampir semua karyawan di sana telah mengenal kami. Bahkan pernah kami dikasih gratis makan. Katanya biar kami semakin rajin nongol di situ.
Udara panas yang sempat menyelimuti kota Makassar memaksa kami untuk memesan Es teler sore itu. Baru kali ini kami memesan makanan yang sama, biasanya tak ada satupun diantara kami yang memilih jenis makanan yang sama. Alasannya, biar kami bisa saling mencoba makanan yang satu dengan yang lainnya. Terkadang, makanan siapa saja yang dianggap enak biasanya akan disantap bareng. Imbasnya, makanannya pasti akan cepat habis.
“Btw, aku mau nagih janji nih!” aku memulai perbincangan itu, membelah kebisuan diantara kami, karena sibuk melahap esnya masing-masing. Tanpa ada yang mengomando, wajah mereka terangkat. Semua mata tertuju padaku. Untuk meningkatkan kadar penasaran mereka, aku langsung saja tunduk, dan kembali melahap Es telerku.
“Janji apa sih, Wan?” Umma mulai memuntahkan pertanyaan padaku, tanda penasarannya belum hilang.
“Iya Wan. Siapa yang punya janji. Kayaknya saya tidak deh.” Uswah yang duduk disampingku pun berkomentar. Selanjutnya terjadi aksi tatap-menatap diantara mereka. Sementara aku kembali meneruskan makanku.
“Ada yang mengaku pernah berjanji padaku untuk memberikan makanan kebangsaanku tepat saat aku berusia 20 tahun?” aku berucap tanpa mengangkat wajahku sedikitpun ke arah mereka. Pura-pura sibuk mengunyah buah yang ada di Es teler itu. Tak perlu lagi kujelaskan kepada mereka apa itu makanan kebangsaanku. Toh mereka sendiri bakal tak ada yang bertanya lagi apa itu makanan kebangsaanku. Aku bahkan sudah dijuluki Mrs. Brownies. Adikku Retno, bahkan ikut-ikutan manggil aku dengan julukan itu. Tak apalahhh…
Lama, tak ada yang berkomentar. Sepertinya mereka lagi sibuk beradu perang dengan pikirannya masing-masing. Mencoba menguras abis ingatannya. Dan akhirnya,,,
“Ooww,,,sepertinya pemilik janji itu aku deh. 2 tahun lalu kalo nggak salah ingat ya, Wan?” akhirnya Maya mengakui. Beruntung Maya tak mengidap penyakit amnesia. Dia masih saja melayangkan tatapannya ke arahku. Aku tahu betul, Maya adalah sosok manusia yang sangat tidak tenang kalo janji-janjinya belum dia tepati. Apalagi kalo ber-utang. Paling lama, dia ber-utang 3 hari. Kalo uang kirimannya sudah ada, pasti dia langsung mengalokasikannya ke orang-orang tempat dia ber-utang.
“Mmm,,Ohh ternyata Maya pemilik janji itu. Maybe!!! Maybe Yes, Maybe No,” cepat-cepat kujawab pertanyaan Maya, sebelum tatapan itu berubah menjadi titik hipnotis. Aku menjawabnya enteng, membuat yang lain semakin bengong.
“Yup, aku yakin. Akulah pemilik janji itu. Hampir aja lupa, untung Wanda kasih ingat. Tenang saja, habis ini, aku akan terbang ke toko seberang membeli kue kebangsaan Nona Wanda,” kata Maya sambil memicingkan matanya ke arahku, lalu trsenyum tipis, manis sekali. Aku tak menyangka, Maya bakal secepat itu ingin menebus janjinya. Setelah melahap habis Es telernya dan yakin bahwa tidak ada lagi yang tersisa, dia akhirnya bangkit. Lalu kemudian menyalami kami satu per satu. Ini diluar kebiasaan Maya. Biasanya dia langsung nyerocos pergi tanpa bekas.
“Doakan, semoga aku bisa berhasil menebus janjiku dan mendapatkan makanan kebangsaan Nona kita yang satu ini,” begitu katanya sebelum pergi meniggalkan kami, menuju toko Birth-cake di jalan seberang sana. Sebelumnya, mereka menatap kami satu per satu secepat kilat, lalu memamerkan cium jauhnya kepada kami. Dasar…!!!
Kami akhirnya melepas kepergian Maya, tanpa seorang pun yang menemani. Dinding kafe yang terbuat dari kaca bening membuatku merasa leluasa menyaksikan segala yang terjadi di luar sana. Ketika Maya sudah memasuki toko kue itu, mata kami akhirnya kembali ke posisi semula, tertuju pada semangkuk Es teler yang sebentar lagi akan habis.
“Kasihan juga si Maya, pergi beli kue sendiri!” aku berkata lepas, tanpa berharap komentar dari mereka.
Lima menit kemudian, akhirnya Maya keluar juga dari toko itu lengkap dengan jinjingan kantong berwarna putih di tangan kanannya. Hatiku bersorak. Betapa tidak, sebentar lagi aku akan bertemu dengan makanan kebangsaanku. Memang rasanya tidak afdhal bagiku kalau seminggu saja tak mencicipi Brownies itu. Tatapanku terus tertuju pada setiap langkah dan gerakan tubuh Maya. Aku berharap-harap cemas menanti kedatangan Browniesku tersayang. Bayangan si Coklat manis terus menari indah di memoriku. Tiba-tiba,,,
Brukkk…!!!! Plakk…!!!!
“Hahhh…!!!” aku terhentak. Bayangan si Coklat manis menghilang. Mulutku menganga lebar bagai buaya kelaparan, menyaksikan pemandangan kelam di hadapanku. Maya tertabrak..!! Sebuah mobil Kijang Silver tak kuasa mengendalikan mobilnya. Aku melihat jelas Maya merasa sangat kebingungan yang sudah terlanjur berada di tengah jalan. Antara maju atau mundur. Teriakanku membuat semua orang yang ada di dalam kafe itu kaget. Termasuk ketiga temanku. Aku tak peduli. Kepanikanku memaksaku berlari mendekat ke jalan itu, tempat Maya ditabrak. Ketiga temanku mengekor.
Semakin mendekat, semakin berat rasanya kaki ini kulangkahkan. Kantongan putih yang dijinjingnya tadi berubah menjadi merah. Brownies kini terpotong dengan sendirinya, sebagian berada di dekat mulut Maya, yang lain tersebar jauh di tengah sana. Airmataku meluap melihat kondisi Maya yang sungguh menyayat hati. Ia meringkih sejadinya, lalu akhirnya tak sadarkan diri. Aku, dan ketiga temanku tak kuasa menahan tangis kala tubuh mungil Maya yang terbalut darah diangkat masuk ke mobil Ambulans. Lumuran darah di sekujur tangan dan kepalanya cukup menjadi symbol tentang kondisi Maya yang sedang kritis. Derai tawa kini berganti duka. Berkas bahagia dan kesenangan tiba-tiba menghilang.
Memasuki ruang UGD sebuah Rumah sakit ternama di kota Daeng ini, Maya tlah tiada. Nyawanya melayang dihempas angin malam. Tiada pernah kami duga sebelumnya. Si Pemilik janji itu rela meninggalkan kami. Tak ada yang mengira, salaman dan cium jauh dari Maya adalah wujud permohonan izinnya kepada kami. Tak ada yang menduga, kesenangan yang terhimpun saat acara nonton tadi adalah perkumpulan terakhir bersamanya. Bahkan tak pernah terbaca dalam pikiran kami, tatapan Maya tadi sore seolah ingin menyampaikan ucapan perpisahannya kepada kami. Kami terlalu bodoh untuk membaca gelagat aneh yang Maya tunjukkan kepada kami tadi sore.
“Kalau saja aku tak menagih janji itu. Kenapa aku membiarkan ia pergi seorang diri??!!” aku berteriak lemah, duduk tertunduk di kursi pojok lorong UGD itu, menyesali tindakan yang kulakukan kepadanya. Berkali-kali kuhujat diriku, tanda penyesalan yang teramat sangat. Bahkan aku tak mampu memaafkan diriku sendiri. Sebentar lagi, mayat Maya akan keluar, tertutup kain putih. Tak ada lagi si Penepat Janji. Tak ada lagi wajah lugu dan manis menemani perjalanan hidup gank kami. Rasanya begitu singkat untuk merasakan kebahagiaan hidup bersamanya. Berulangkali Uswah, Umma, dan Anti mencoba menenangkanku. Tapi tetap saja, penyesalan semakin bertubi menusuk-nusuk dadaku. Aku pun sesak. Sesak oleh perbuatanku sendiri. Kebahagiaan yang meluap-luap sejak pagi tadi, kini berakhir tragis dengan kepergiannya. Mengapa harus nyawamu yang menjadi taruhan atas Brownies itu? Mengapa kehilangan dirimu yang menjadi kado di hari ultahku? Mengapa perayaan hari jadiku kuawali dengan tindakan konyolku? Setumpuk pertanyaan terlontar dari mulutku. Aku tak kuasa menahan sedih.
Aku kembali teringat oleh isi SMS dari Maya tadi subuh, sebelum aku terbangun dari tidurku. Ternyata SMS itu adalan pesan terakhir darinya...
Apa kamu tahu hubungan antara 2 biji mata? Mereka berkedip bersama, bergerak bersama, menangis bersama, melihat bersama, dan tidur bersama…Meskipun mereka tidak pernah melihat antara satu sama lain. Persahabatan seharusnya seperti itu. Kehidupan bagai neraka tanpa sahabat. Sahabat adalah dia yang menghampiri ketika orang lain menjauh. Karena persahabatn itu seperti tangan dengan mata. Saat tangan terluka, mata yang menangis. Dan saat mata yang menangis, tanganlah yang menghapusnya
***
Buliran air mataku kini semakin mengalir deras membasahi pipiku. Sejak itu, kehadiran Brownies akan menambah luka sukma untukku. Memoriku pasti dengan sangat cepat merekam kembali peristiwa naas yang terjadi 5 tahun lalu. Makanya, aku sangat membenci si Coklat manis itu. Melihatnya, akan menambah kebencian pada diriku sendiri. Hentakan jarum jam terasa semakin terdengar di tengah kesepian malam ini. Malam semakin larut, namun mataku tak jua ingin terpejam.
“Fit, seandainya kamu tahu tentang Brownies itu...!!!” aku bergumam.
Tak seorangpun dapat kembali ke masa lalu untuk memulai awal yang baru, tapi setiap orang dapat memulai hari ini untuk membuat akhir yang baru…
Selengkapnya...
Kamis, 20 Agustus 2009
Rabu, 19 Agustus 2009
TIPS KEPENULISAN
Seperti halnya proses produksi lainnya, menulis juga memerlukan teknik tertentu. Sehingga dapat menghasilkan tulisan yang baik, bermanfaat, dan enak dibaca. Teknik menulis jenis tulisan yang satu dengan lainnya itu berbeda. Berikut teknik menulis secara umum yang dapat dipakai untuk membuat sebuah tulisan.
1. Menentukan Jenis Tulisan
Hal ini perlu dilakukan lebih dahulu karena akan berpengaruh pada hal-hal yang perlu diperhatikan selanjutnya dalam teknik menulis. Untuk menulis cerita anak, tentu tekniknya akan berbeda dengan menulis puisi, menulis renungan, atau menulis kesaksian.
2. Memertimbangkan Pembaca
Ingatlah para pembaca Anda. Hal ini adalah salah satu metode agar tulisan Anda dibaca oleh pembaca. Berikan sesuatu yang mereka butuhkan, yang mendidik, memberi informasi, maupun yang menghibur mereka.
3. Berorientasi pada Publikasi
Jangan lupakan yang satu ini. Selain memertimbangkan pembaca, berorientasi pada publikasi akan menolong Anda untuk menghasilkan tulisan yang bagus. Anda juga dapat mempelajari tulisan seperti apa yang diinginkan suatu media tertentu jika Anda tahu ke mana tulisan Anda akan dipublikasikan.
4. Menentukan Tema dan Mencari Ide Tulisan
Dari tema yang sudah Anda tentukan, munculkan ide-ide yang baru dan menarik. Untuk menunjang ide-ide Anda, lakukan persiapan-persiapan bahan, bahkan riset sehingga tulisan Anda semakin akurat.
5. Mengembangkan Ide
Jika tema dan ide sudah ditentukan, teknik selanjutnya adalah mengembangkannya. Ide tidak akan menjadi sebuah tulisan jika Anda tidak mengembangkannya. Kembangkan ide Anda dalam kalimat-kalimat sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
6. Memerhatikan Unsur-Unsur Tulisan
Dalam mengembangkan ide, perlu diperhatikan pula unsur-unsur tulisan. Pakailah kata dan kalimat yang efektif. Sehingga pembaca tidak akan bingung dengan pemaparan ide Anda. Namun, unsur tulisan ini juga perlu memerhatikan jenis tulisan yang akan Anda buat. Dalam menulis puisi, tentunya Anda tidak perlu bingung apakah kalimat Anda efektif atau tidak.
7. Menciptakan Gaya Tulisan
Buatlah gaya Anda sendiri. Jangan meniru gaya tulisan orang lain. Hal ini memang tidak mudah bagi pemula, apalagi kalau Anda memunyai penulis yang Anda idolakan. Biasanya gaya menulis Anda akan terpengaruh olehnya. Namun jangan putus asa, dengan latihan terus-menerus, akhirnya Anda bisa menciptakan gaya Anda sendiri.
8. Menguasai EyD
Meskipun ada seorang editor yang akan mengedit tulisan Anda, seorang penulis sebaiknya juga menguasai ejaan yang disempurnakan dengan baik. Bagaimana memakai tanda baca, memakai kata dan kalimat baku, menggunakan awalan maupun kata depan, dan lain sebagainya, lebih baik dikuasai karena hal tersebut akan menunjang tulisan Anda nantinya.
9. Melakukan Swasunting
Editing bukan semata-mata tugas editor. Penulis yang baik juga melakukan tugas editing untuk tulisannya sendiri. Setelah Anda menyelesaikan tulisan Anda, lakukan swasunting untuk memerbaiki tata bahasa kalimat dalam tulisan Anda. Swasunting ini tidak hanya berlaku bagi pemula, semua penulis hendaknya melakukannya.
Nah, bagaimana? Sudah mengerti dengan proses-proses diatas? Kunci dari cara menulis di atas adalah berlatih menulis terus-menerus. Karena keterampilan menulis tidak dapat diperoleh secara instan, namun memerlukan latihan dan ketekunan yang akan mengantarkan Anda menjadi seorang penulis yang andal.
Pada suatu waktu, sebagian besar penulis akan bermasalah dengan rintangan yang biasanya akan dihadapi oleh seorang penulis, misalnya rasa takut, cemas, perubahan hidup, akhir suatu proyek, awal proyek, atau apa pun yang kelihatannya menimbulkan rasa takut dan frustrasi. Untunglah ada solusi yang banyak pula untuk mengatasi banyak rintangan yang mungkin dialami penulis. Hal-hal di bawah ini hanyalah suatu saran, tapi mencoba sesuatu yang baru merupakan langkah awal untuk Anda dapat menulis lagi.
1. Milikilah jadwal menulis dan taatilah, meskipun ada rintangan yang menghalangi Anda untuk menulis.
Abaikan rintangan dalam menulis, tetaplah menulis meskipun tidak ada ide yang muncul. Ketika tubuh Anda ada di hadapan kertas pada waktu dan tempat yang sama setiap hari, pada akhirnya pikiran dan angan-angan Anda akan melakukan hal yang sama. Banyak orang tahu bahwa Graham Greene menulis lima ratus kata, hanya lima ratus kata setiap pagi. Lima ratus kata memang hanya menghasilkan satu halaman saja, tapi dengan lima ratus kata per hari itu, Greene mampu menulis dan menerbitkan lebih dari tiga puluh buku.
2. Jangan terlalu keras terhadap diri sendiri.
Malahan, jangan sekali-kali Anda keras terhadap diri sendiri ketika menulis. Anna Quindlin menulis, "Orang menghadapi rintangan dalam menulis bukan karena mereka tidak bisa menulis, tapi karena mereka merasa putus asa untuk dapat menghasilkan tulisan yang bagus." Berhentilah mengkritik. Ada waktu dan tempatnya sendiri untuk kritikan, yaitu proses penyuntingan.
3. Anggaplah menulis itu lebih sebagai pekerjaan rutin daripada sebagai seni.
Stephen King, seorang penulis produktif yang terkenal, menggunakan kiasan kotak peralatan untuk mewakili makna menulis. Maksudnya adalah menghubungkan menulis dengan pekerjaan fisik. Jika kita menganggap diri sebagai buruh atau pengrajin, maka akan lebih mudah bagi kita untuk duduk dan menulis. Kita hanya perlu menempatkan kata-kata ke halaman satu demi satu seperti halnya tukang batu yang memasang batu bata. Akhirnya, kita menciptakan sesuatu -- cerita, puisi, atau drama. Bedanya, kita menggunakan kosakata dan tata bahasa sebagai ganti batu bata dan adukan semen.
4. Beristirahatlah setelah Anda menyelesaikan proyek.
Rintangan yang timbul dalam menulis mungkin merupakan tanda bahwa Anda perlu waktu untuk menyegarkan ide-ide Anda. Bersantai bisa menjadi kunci dalam proses berkreasi. Berikanlah waktu bagi diri Anda untuk mengumpulkan wawasan dan ide-ide baru, dari kehidupan, membaca, atau bentuk karya seni lainnya, sebelum Anda mulai menulis lagi.
5. Tetapkan tenggat waktunya dan patuhi.
Dapat dipahami jika banyak penulis menemui kesulitan melakukannya sendiri. Anda mungkin bisa mencari rekan menulis dan sepakat untuk saling mengingatkan tenggat waktu melalui gaya bahasa yang tidak motivatif dan tidak mengkritik. Mengetahui bahwa orang lain menunggu hasil kerjanya, penulis akan terpacu untuk menghasilkan tulisan. Mengikuti kelompok atau kelas menulis merupakan cara bagus lain untuk memulai kebiasaan menulis.
6. Periksa persoalan-persoalan yang mungkin menjadi rintangan dalam Anda menulis.
Tuliskan keraguan Anda mengenai tulisan atau kreativitas. Bicarakan dengan teman, akan lebih baik jika teman Anda juga penulis. Sejumlah buku, seperti "The Artist`s Way", disusun untuk membantu orang-orang kreatif menyelidiki akar penyebab kesulitan mereka. Jika Anda tetap menemui kesulitan, Anda bisa berkonsultasi. Banyak ahli terapi yang secara khusus mampu membantu para artis dan penulis agar mereka bisa kembali kreatif.
7. Kerjakan lebih dari satu proyek dalam satu waktu.
Beberapa penulis menemui bahwa melakukan lebih dari satu pekerjaan, sangat membantu. Entah hal ini mengurangi ketakutan atau kejenuhan, atau bahkan kedua-duanya, namun sepertinya hal ini bisa mencegah timbulnya rintangan dalam menulis.
8. Cobalah berlatih menulis.
Seperti yang Anda ingat semasa Anda masih ada di kelas menulis SMU, latihan menulis dapat mengendurkan pikiran dan membantu Anda untuk menulis hal-hal yang belum pernah Anda tulis. Saat Anda berlatih menulis, banyak kata akan tertuang di atas halaman, dan jika Anda cukup berlatih menulis, tulisan Anda akan semakin baik.
9. Beranjaklah dari meja Anda untuk beberapa saat.
Jika Anda sudah mencoba menulis dalam periode waktu yang lama dan merasa frustrasi, berjalan-jalanlah atau mencucilah. Atau paling tidak, berdirilah dan rentangkan tubuh Anda. Namun bila Anda meninggalkan rumah, ingatlah untuk membawa kertas dan pena. Kesempatan-kesempatan untuk melemaskan anggota tubuh dan mengubah perspektif Anda akan menginspirasi terobosan yang telah Anda tunggu-tunggu.
10. Ingatlah mengapa Anda mulai menulis.
Lihatlah apa yang Anda tulis dan tanyakan mengapa. Apakah Anda menulis apa yang Anda suka atau apa yang Anda pikir seharusnya Anda tulis? Tulisan yang dilakukan dengan perasaan senang akan membuat diri Anda nyaman, dan akan membuat pembaca akan secara naluriah tertarik terhadapnya. Jika Anda berpegang pada sukacita yang Anda rasakan pada waktu kali pertama Anda menulis, maka Anda akan bertahan, tidak hanya untuk melalui rintangan yang Anda hadapi sekarang, tapi juga apa pun juga yang akan terjadi di kemudian hari.[sari]
*)dikutip dari berbagai sumber
Selengkapnya...
Rabu, 12 Agustus 2009
Selayang Pandang FLP Unhas
FLP Unhas, adalah salah satu bagian dari keluarga besar Forum Lingkar Pena (FLP). Dalam usia kurang lebih 4 tahun, sebagai organisasi yang bergerak dalam ranah tulis menulis, FLP Unhas pun mencoba untuk mengambil peran dalam membangun dunia literasi, di kampus merah ini pada khususnya. Penerbitan buku secara indie, pemuatan tulisan di koran dan majalah, sampai pada kegiatan peningkatan kualitas baca-tulis masyarakat (termasuk mahasiswa), dalam bentuk pelatihan/workshop kepenulisan.
Akhir tahun 2005, menjadi sejarah awal lahirnya FLP Unhas. Masjid Khairunnisa, yang berdiri kokoh di kawasan Asrama Mahasiswa Putri Unhas, menjadi saksi bisu pendeklarasiannya. Partomo (Sastra Arab,2002), terpilih sebagai ketua ranting pertama. Banyak cerita yang telah diukirnya. Kegiatan kepenulisan tentu menjadi sasaran utama. Hingga lahirlah sebuah antologi cerpen, “Bila Pacarku Seorang Demonstran” diterbitkan secara indie. Keeksisannya pun berhasil dibuktikan. Namun hal itu tak berlangsung lama. Cahaya yang dulu mewarnai keberadaannya, lambat laun semakin redup. Dan akhirnya,,mati!
Namun, perjalanan tak berhenti sampai disitu. S. Putra Sulaiman (Ilmu Komunikasi, 2005), akhirnya hadir tuk menggantikankan jejak perjuangan beliau di kampus merah itu. Dengan semangat yang masih tersisa, perjalanan FLP pun diteruskan. Namun, keterbatasan sumber daya manusia membuatnya sedikit kewalahan dalam melestarikan keberadaan FLP. Staf-staf divisi bahkan tak sempat dibentuk. Jadilah ia sebagai Sang pengurus tunggal. Tapi, FLP Unhas masih tetap kokoh di tengah kebungkamannya.
Pertengahan tahun 2008, akhirnya menjadi awal tumbuhnya setitik pencerahan. Semangat FLP Unhas kembali berkobar. Proses regenerasi pun dilakukan. Dan, terlahirlah penerus-penerus baru FLP Unhas. Hingga terpilih A. Saputri Mulyanna (Ilmu Keperawatan, 2007), sebagai ketua, untuk kembali meneruskan estafet perjuangan FLP Unhas. Untuk kemudian mengumandangkan gaung FLP yang sempat bungkam.
Kini, tahun 2009, tongkat kepemimpinan FLP Unhas berada di tangan Fitrawan Umar (Teknik Arsitektur, 2007). Fokus perjuangan FLP Unhas kali ini adalah membenahi sistem pengkaderan yang selama ini masih terasa belum kuat, kemudian juga meningkatkan kuantitas dan kualitas karya-karya anggota.
Semoga FLP Unhas ke depan dapat mengaminkan pernyataan Taufik Ismail bahwa Forum Lingkar Pena adalah hadiah Allah untuk Indonesia….
Kesadaran adalah Matahari
Keberanian adalah Bumi
Perjuangan adalah pelaksanaan dari kata-kata
(W.S. Rendra)
Selengkapnya...
Kupu-Kupu Palestina
Buku Baru
Pasang Link FLP Unhas di blog Anda
Anak FLP Unhas
- Alinda Nurbaety Hasanah
- Andi Asrawaty
- Angriana
- Ani Dzakiyah
- Arief Ungu
- Arieska Arief
- Asti Eka Ramadhani
- Ayu Ismal
- Bulqia Mas'ud
- Dyah Restyani
- Fitrawan Umar
- Fitria Dewi Usman
- Isma Ariyani
- Muh.Arief Rosyid
- Muthmainnah
- Noviar Syamsuryah S
- Raidah Intizar
- Rasdiyanah Nd
- Reza Al Sofyan
- Reza Kahlil
- Saputri Mulyanna
- St. Muttia A. Husain
- sukmawati
- Sultan Sulaiman
- Supriadi
- Uswatun Hasanah
- Wahyuddin Opu
- Wahyuni Hadrawi
FLP-ers Sulsel
FLP Semua...
Kata-Kata
Kita tidak sekadar menulis. Menulis itu mudah!
Tapi, berjamaah itu lebih baik (Wawan)
Menulis membutuhkan keberanian, dobrak semua rasa ketakutan untuk menulis, semua di mulai dari nol dan takkan kembali menjadi nol bila terus di asah….genggam erat-erat penamu dan biarkan dia menodai kertas putih yang polos dengan jutaan karya yng terlahir dari buah pikiranmu. (Chipiet)
Koment Ya
|