Sabtu, 29 Agustus 2009

KAKAK RESUME

Wahhhhhhh….telat nie bagunnya, mana belum packing lagi nie,,,,,aduh mati nie,,,
Gerutuku di pagi sabtu,7 maret 09. Aku harus menjalankan amanah sebagai panitia di acara workshop kepenulisan ilmiah berhubung teman-teman se divisiku tak bisa ikut nimrung kerja di sana.
“Inna, habis sholat ashar kita langsung meluncur ke LAC. BARUGA ANTANG yah,,,dah telat buanget nie, mana kak desi dah menggerutu dari tadi…gumamku”
“Oce,deh….”
Mobil biru yang tak pernah lenyap dari pandanganku silih berganti menawarkan jasa pada setiap penumpang yang lewat termasuk padaku, tapi untuk saat ini aku hanya membutuhkan mobil alias pete-pete 07 tuk menjelajah di negeri antang. Laju mobil terus melejit dan menurunkan kami di tempat nongkrong ojek.
“kak desi, kita harus ojek tuk ke lac.antang yah??????”
“yup, itung-itung hemat biaya juga”
Menelusuri jalan-jalan penuh debu, asap, menggunakan sebuah motoh Yamaha dikemudi oleh bapak yang lumayan gemuk, polusi udara sepanjang jalan menggerogoti paru-paruku.
Sampai deh di lac.baruga,,,pemandangan ini tak asing lagi buatku, sudah tiga kali aku mabid tempat ini dengan berbagai kegiatan.kegiatannya berlangsung di salah satu gedung atirah lantai 2. Mataku mulai menelusuri sudut-sudut ruangan dan tertuju pada titik sudut yang memberikan aku sinyal tentang teman kelompokku, media AKADEMIKA.
“hai, fit, akhirnya kamu datang juga, tapi inikan belum jam lima. Apa kegiatanmu dah kelar???” sapa Irna panjang lebar.
“ ya, aku izin tadi dengan teman-teman yang lain, abis ku tidak mau ketinggalan banyak materi dari diklat ini”
Belum cukup sejam aku duduk mengelah napas panjang sambil mendengar materi, terdengar suara seorang panitia berbaju merah, rambut ikal, dan berbadan tinggi. Menyeru pada peserta diklat menyiapkan selembar kertas dan meresume materi yang baru saja di bawakan oleh pemateri yang notabandnya seorang yang berkecimpung di metro tv. Untung aku punya sedikit catatan.
***
Dengan menenteng tas seberat 5 kg yang berisi pakaian dan laptop, ku berjalan menurungi tangga demi tangga menuju ke kamar tidur yang telah disiapkan panitia diklat. Ku tatapi semua tulisan yang tertempel di pintu-pintu kamar, dan mataku mulai mencari sebuah kamar yang memuat namaku. Kamar no.2 berisi 6 orang yang salah satunya adalah aku.
“Tuk…tuk..tuk.., Assalamualaikum… boleh masuk????”triakku
Trak,,,pintu kamar terbuka lebar dan ku mulai melangkah masuk ke kamar dengan perassan aneh, asing, tak sseorang pun yang aku kenal. Tas yang menganiaya bahuku sejak tadi, ku letakkan di sebuah lemari kosong.
“ hai, kamu sholat tidak???” ku lontarkan pertanyaan ini pada semua penghuni kamar 2
“ya, aku sholat, tapi yang lainnya lagi halangan” jawaban polos Ayu,
“ kita sholat bareng yah….”
“oke,,,”
Ayu adalah seorang gadis manis, berbadan gemuk dan friendly buanget. Puput,mahasiswi foresty 07, yang lucu, tomboy, dan polos. Sinta, senasib dengan puput dan selalu nongkrong tidur di kamar kami. Ini sekilas tentang teman kamarku.
“Waktu istrhat dah habis nie, ayo kita kembali ke atas untuk mengikuti materi selanjutnya”
“Ayo,,,” jawaban serempak
***
Kembali lagi aku harus mempersiapkan diri, menyegarkan otak dengan materi-materi sekitar jurnalistik. Selama sejam aku belajar menyerap semua informasi-informasi yang disampaikan sang pemateri, aku pun asyik menyimak keaktifan teman-teman bertanya, sampai-sampai tak ada kesempatan yang di berikan padaku untuk bertanya hal yang ingin aku perdalam. Dari kejauhan, sosok pria berambut ikal, memakai kaos merah kembali menyita perhatianku.
“Nah,itu lah tadi materi mengenai teknik hunting dan service dilapangan, sekarang siapkan lagi kertas dan bersiap-siap membuat resume dari materi tadi selama 2 menit…” intruksi kak Rian yang berambut ikal itu.
“ Tidak ada kertas nih, kak” teriak seorang peserta dengan penuh semangat.
Lembaran-lembaran HVS pun di bagi pada setiap peserta. Kini waktunya menyalin hal-hal penting yang ada dalam catatanku untuk dijadikan bahan resume. Baru baris kedua., aku melontarkan tulisanku di kertas HVS yang di bagikan tadi, tiba-tiba seruan dari kak Rian untuk mengumpul kertas menaikkan tekanan darahku, membuatku menulis seperti cakar bebek sampai-sampai aku sendiri kewalahan tuk membacanya.
“Kumpullll….kalau hitrungan ketiga tidak di kumpul, tak akan aku terima lagi lembar jawabannya…1…..2…….” ancama kak Rian
Belum sampet bibir merah kak Rian menyebutkan angka 3, semua berlarian dan berlomba-lomba mengumpulkan selembar HVS itu. Kertas-kertas berserakan di lantai dan terinjak.
***
Entah, apakah kaos merah itu adalah kaos kesayangan kak rian atau mungkin tak ada kaos lain, hingga kaos itu tak pernah lepas dari tubuh kurus kak Rian. Setiap dia muncul di sekitar kami, kami telah siap siaga menyiapkan selembar kertas bahkan tak jarang teman-teman membuat resume sebelum di minta..
“ukh….kak rian dah nongol tuh bentar lagi kita harus membuat resume.” Gerutu Irna
“ ya udah kita tulis aja sekarang bahan resumenya sebelum kak rian menginjakkan kaki menggatikan posisi moderator”
Selembar kertas polos di nodai tinta biru, ku letakkan di pinggir meja agar lebih mudah mengumpulnya. Tapi, kali ini dugaanku salah. Pria ikal yang biasanya meminta membuat resume kini berkata lain.
“Berhubung kalian telah mengkorupsi waktu karna terlalu banyak bertanya, jadi setelah menyelesaikan meteri selanjutnya kalian langsung membuat 3 resume sekaligus dalam waktu lima menit. Sekarang regangkan sedikit otot kalian kemudian kembali menerima materi” cuap-cuap kak rian dengan tatapan cukup tajam.
“Duh,,,menjengkelkannya,,,,”mulut lili mengeluh dan mendaratkan pulpennya di dekat kak rian.
Semua mulut peserta berceloteh-celoteh ringan sambil menunggu datangnya pemateri. Aku dan teman kelompokku membicarakan kak rian, hingga pada akhir pembicaraan kami sepakat mengganti nama kak rian yang keren itu menjadi KAKAK RESUME. Putaran kipas angin yang tergantung di ubun-ubun ruangan masih setia menemani kami dengan jasa anginnya. Jam 2 siang telah terpajan di jam tanganku, suasana ngantuk menyelimuti sudut-sudut ruang, virus-virus ngantuk menyebar dan sangat menular. Konstrasiku mulai menurun, pikiranku melayang, tak bisa fokus lagi., air mata mulai menetes di pelipis mataku, sudah tak terhidung berapa kali aku membuka lebar mulutku karena ngantuk. Ku pandangi orang-orang sekitarku, ternyata tak jauh beda dariku bahkan sudah ada yang masuk dalam dunia mimpi sementara seorang fotografer yang sedang berbagi ilmu dengan kami. Aku mencoba menahan kantuk ini dengan banyak bercanda dengsan irna, apalagi kami berdua suka dengan dunia fotografi. Seusai materi fotografi dilontarkan panjang lebar pada kami, Aslan Abidin yang notabandnya seorang penyair mengisi kembali bangku kosong yang menjadi tahta sang pemateri. Ngantukku pecah, saat bait-bait kata penyair 21 itu terlontar dengan indah. Ku dalami setiap kata yang dituturkannya dan ku petik beberapa buah kata yang kemudian tersusun menjadi puisi cinta, yang isinya….
Bulan memancar
Perahu melancar
Bila cinta memanggilmu
Maka datanglah
Meskipun ada pedang yang tersembunyi di balik sayapnya
Cinta dibaluti jutaan kata
Kata dalah sepenggal hati
Ada rasa disetiap kata
Kata hatiku tertenun di balik puisi ini
Seusai menyusun pilahan-pilahan kata itu, ku layangkan puisi ini pada brotherku tersayang dengan via sms.
***
“Kakak resume dah nongol lagi tuh,,”lili menunjuk kak rian
Jejak langkah pria kurus dan berambut ikal itu, kembali menyita perhatian kami dengan kaos merahnya dengan penuh percaya diri berdiri dihadapan kami. Langkah kakinya terhenti ketika aku teriak dengan suara lantang
“Kakak resume,,,,, ……..”
Semua mata melolotiku, hanya dalam waktu 2 detik saja. Dan selanjutnya semua teman-teman menarik suatu keputusan bersama secara serentak dan bersamaku memanggil kak Rian
“Kakak resume,,,kakak resume datang lagi….”teriak seluruh peserta
Wajah pria ikal itu tiba-tiba memerah sesaat tapi, pandangan matanya sangat cuek dan mengiringi langkahnya dengan senyuman dibibir merahnya. Entah mengapa seorah-olah kehadirannya menjadi sosok terseram bagi kami.
“ yah,,sekarang….”
Belum sempat kak Rian ,menjelaskan makudnya hadir di tengah-tengah kami, semuanya berteriak
“RESUME…..RESUME LAGI………….”
“Baiklah karena kalian telah mengerti silahkan buat sekarang, ingat tiga materi yah,,cerpen, puisi, dan fotografi”
Semua sibuk, semua menulis cepat
“Sambil mengawasi kami yang sedang larut dalam kesibukan membuat resume, kakak resume mengeluarkan jimat-jimat ampuh dari bibirnya,
“wartawan itu harus pandai menyikapi masalah yang terjadi, wartawan harus menulis cepat, tidak boleh lembek dan harus memiliki komitmen. Semua wartawan harus mampu mengorek informasi-informasi yang ada,. Yah,5 detik lagi
“Kak belum selesai nih, dikit lagi yah,,,”permohonanku…..
“ayo cepat kumpul, anbis ini siap-siap kembali kekamar, terserah kalian mau sholat, tidur atau apapun,yang penting jam 7 teng semua harus kembali lagi di ruangan ini, yang terlambat akan mendapat tugas tambahan.
***
Usai makan, aku, irna dan teman-teman AKADEMIKA berbincang-bicang ringan sambil menambah keakraban diantara kami. Bersama mereka aku mendapat banyak pelajaran salah satunya aku diajari agar tetap tenang menyelesaikan tugas walau waktunya sangat singkat dan mepet. Kak Iqbal yang paling tua diantara kami, tertawa besar adalah ciri khasnya, awalnya aku fikir dia orangnya hancur banget tapi ternyata dia yang paling dewasa di antara kami yah sesuailah dengan usianya, pantes Ilham selalu hormat padanya, secara,,dia senior ilham di sastra. Iham adalah pemimpin alias ketua media AKADEMIKA dan cukup bertanggung jawab bila ada sesuatu yang menimpa teman kelompoknya. Sandi, pria satu ini cukup pendiam dan kreatif. Fajrin adalah mahasiswa hukum yang tak bisa lepas dari rokok. Irna, orang pertama yang aku kenal dalam kelompok ini, cukup ramah dan narsis abis. Lili berbadan tinggi semampai, hobbynya menulis tapi paling malu mempubllikasikan tulisannya. Munji, ini ni temanku yang tahan banting abias, berani dan selalu mempertinggi nilai bahasa dan budaya Indonesia secara dia anak sastra daerah. Dan aku sendiri yang selalu mencoba menjaga keakraban dan menciptakan kehangatan dalam media AKADEMIKA ini.
***
“Ukh……..tak terasa yah tiga hari dua malam kita menghabiskan waktu disini, dan sebentar lagi kita akan terjun kelapan tuk langsung melakukan wawancara”ujarku
“Kira-kira kita dapat dilokasi mana yah???????”Tanya Ilham
“Aku maunya di benteng,,,itung-itung refreshing juga”
“Ide yang bagus tuh, maka teman-teman permantap yel-yel kita, agar lokasinya juga mantap”
“Oye,,pak ketua” serempak
Usai melantunkan yel-yel setiap kelompok media, termasuk media AKADEMIKA. Inilah hal yang paling dinanti dan paling menegangkan. MC ambil alih kekuasaan, dan mulai memilih tempat untuk setiap media.
“Media kronik ke nusantara, media resensi ke TPA……dan yang terakhir media AKADEMIKA, menjelajah kekuburan cina saja, ngobrol-ngobrol ma penghuni kuburan,,he…he..”untaian lebar sang MC
Tercermin rasa kecewa di wajah kami, hayalan yang indah kini hanya menjadi hayalan terabaikan. Tapi kami mencoba untuk optimis dan bekerja semaksimal mungkin. Bus teknik membawa kami ke lokasi, kami hanya di beri waktu selama 1 jam, bila terlambat bus akan meninggalkan kami tanpa perasaan karena seorang wartawan itu harus on time. Aku belajar berkomunikasi dan mengorek data tentang perkuburan cina ini dengan warga setempat. Kerjasama dan kekompakan sangat aku rasakan dalam kelompok AKADEMIKA, seakan telah mendarah daging. Walaupun kami berasal dari latar belakang jurusan yang sangat berbeda, tapi kami mampu mengisi setiap cela kekosongan di antara kami.
“Tinggal lima menit lagi teman-teman, ayo kita kumpul dan menunggu bus disini” peringatan sang ketua
Kami berkumpul dekat pintu gerbang dan mengabadikan hasil perjuangan kami dengan foto-foto di area itu. Tak lama kami menunggu bus kembali datang menjemput kami
***
Tepat pukul 22.00 WITA, acara penutupan di mulai. Setalah mengumumkan peserta yang terbaik dan kelompok media yang terbaik, MC memanggil ketua panitia untuk menyampaikan sepatah kata mengenai kegiatan selama tiga hari ini.
“mari kita panggil ketua panitia tuk menyampaikan sepuluh patah kata mengenai kegiatan selama tiga hari ini.” Intruksi MC
“Kakak Resume,,,Kakak Resume…Kakak Resume” Serempak semua peserta
Kak rian ternyata telah menyadari bahwa namanya telah disulap sedemikian rupa menjadi kakak resume, hanya karena kebiasaannya member intruksi untuk membuat resume di setiap mnateri. Langkah kaki kak rian engan tetap membanggakan kaos merahnya, memikat perhatian semua makhluk dalamn ruangan itu. Panjang lebar kakak resume ini berargumen dan cuykup menawan
“ Aku salut dengan peserta diklat tahu ini, karena terkenal paling heboh walaupun jumlahnya paling sedikit dari tahun sebelumnya dan yang paling berkesan karena saya mendapatkan julukan baru.” Kesan sang rambut ikal
Semua berakhir dengan indah, kakak resume telah menjadi panggilan akrap untuk kak rian. Walaupun agak aneh tapi mau tidak mau harus di terima.
***

Identitas penulis
Cipiet panggilan hangat untukku semenjak aku menginjakkan kaki di fakultas kedokteran jurusan ilmu keperawatan universitas hasanuddin Makassar. Soppeng, menjadi tempat bersejarah kelahiranku saat adzan sholat id disuasana nan FITRI di kumandangkan pada tanggal 5 may 1989. Menjadi nursing care menjadi cita-citaku selanjutnya. Menulis dan membaca puisi telah menjadi habbyku sejak mengenal puisi dan sekarang ku sedang mencoba menorehkan pena diatas kertas polos untuk menulis cerpen. Saat ini, aku sedang aktif menjadi anggota Forum Lingkar Pena Ranting Unhas (FLP UH). Sebuah puisi yang terlahir dari serangkaian kata dalam hatiku sempat termuat di identitas dengan judul “CETAK BIRUKU” dan “APA KATA MEREKA”yang termuat di bulletin PIONER (Pen Ink Of Ner). Ingin bertukar info mengenai kepenulisan atau apa saja, e-mail : nurfitri_ners07@yahoo.com atau kunjungi saja www.irv3.blogspot.com dan bergabung dalam facebook dengan alamat nurfitri_ners07@hotmail.com Selengkapnya...

Selasa, 25 Agustus 2009

Bangkit Sahabatku

Ziaul Haq

Hai sobat… ingatkah cerita kita dulu
Hujam deras menghujam bumi
Matahari terik membakar tubuh
Namun langah kita tak terhalang

Tiada keluh tiada kesah
Jalan berduri kita lewati
Aspal panas bagai sebongkah es
Semangat dakwah menggebu di dada

Siang malam kita bersama
Bekerja dalam segala kepenatan
Setan malas senantiasa menggoda
Namun kita dapat melawannya

Tapi itu cerita dulu
Yang sudah tersimpan dalam folder kenangan
Tawa canda itu tlah hilang
Jalan kita kini terhalang tembok egoisme

Semangat itu telah pudar ditelan masa
Mengurung diri dalam kesendirian
Kini kita telah beda jalan
Kamu tidak seperti yang dulu lagi

Namun keyakinan itu masih mengelora qolbu
Bayangmu masih ingin mengikuti langkahku
Perlahan tapi pasti kau kembali
Karena jalan ini memang disiapkan buat kamu

Tiada kata menyerah selagi mampu sobatku
Kembalilah bersamaku melanjutkan langkah
Mengembara dalam dunia perjuangan
Jalan masih panjang
Bangkitlah sahabatku Selengkapnya...

Sabtu, 22 Agustus 2009

Brownies Itu....

A.Saputri Mulyanna (Ketua FLP Ranting Unhas 2008/2009)

Minggu siang, di sebuah kafe, aku dan teman-teman SMA mengadakan acara reunian. “abaDi “ kafe tempat perkumpulan itu. Ini yang pertama kalinya sejak kelulusan kami. Lima tahun lamanya, kami nyaris tak pernah ketemu. Paling hanya satu dua orang, tidak sebanyak ini. Dan sekaranglah saatnya melepas rindu, merekam kembali kenangan indah saat sekolah dulu. Untuk sementara, kesibukan-kesibukan kuliah terlupakan.
Aku sangat senang. Maklum, selama ini aku hanya menjalin komunikasi dengan Fitri, sahabatku. Eh, pernah juga ketemu dengan Nejad di sebuah acara pernikahan. Dan belakangan baru tahu, ternyata kami sepupu-an. Ga’ nyangka sama sekali. Nejad yang selama sekolah dulu paling aku benci karena sikapnya yang over banget, ternyata saudara ‘sekian’ kaliku. Dunia memang sangat sempit! Sedangkan teman-teman yang lain…yah, paling komunikasinya cuma lewat SMS doang. Atau lewat nelpon kalau lagi kelebihan pulsa.
***
Mataku menerawang ke atas, tertabrak pada langit-langit kamarku yang sudah usang namun tak bernoda. Maklum, tadi pagi baru saja kubersihkan setelah sekian lama sarang laba-laba bergelantungan disana. Pikiranku melayang tak karuan. Malam, kini semakin larut. Perlahan sinar rembulan tak lagi menyelimuti bumi. Deru kendaraan yang gemar berlalu-lalang di jalan depan rumahku perlahan semakin sepi. Beberapa menit kemudian, sayup-sayup kudengar pentungan berbunyi 12 kali. Aku yakin, pentungan itu berasal dari Pos Kamling di seberang sana. Ya, tanpa kusadari aku menghitungnya. Hari, kini berganti hari. Pasti orang-orang akan semakin terlelap dengan mimpi-mimpinya. Pun begitu dengan Ayah dan Ibu, mereka pasti sudah tak sadarkan diri. Apalagi Retno, saudara tunggalku yang hanya berselisih 3 tahun dengannya, sejak tadi dia sudah merangkul guling kesayangannya di sampingku. Sementara aku, jangankan tidur, sekedar memejamkan mata saja rasanya teramat sulit kulakukan.
Wanda, tak sepantasnya kamu bertindak sprti itu di depan Ayya. Dia hanya seorang manusia, tempat khilaf & kekurangan berlabuh. Sama seperti kita. So, jgn pernah memelihara dendam di hati kita. Toh kita jg pasti prnah mengukir kesalahan, sama seperti dirinya. Tuhan sj Maha Pemaaf,, lalu apa yg kita sombongkan hingga tak mau memaafkan orang lain??
Begitu isi SMS dari Fitri, kira-kira satu jam setelah aku meninggalkan acara reunian tadi. Hatiku semakin tertusuk tajam. “Bukan karena Ayya, Fit. Tapi….Brownies itu!!!” aku berucap lirih. Tak terasa, buliran air mataku tak terbendung lagi di pelupuk mataku, tumpah tak terkendali. Akhirnya, benteng pertahananku kembali runtuh. Berusaha kutegarkan diriku, tapi tetap tak berhasil. Aku tak berdaya. Kesepian malam semakin membuatku larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Aku menyerah,,,
Kejadian tadi sore masih menyisakan cerita dalam ruang khayalku, yang akhirnya memaksa memori kecilku untuk merekam sempurna kenangan pahit 2 tahun lalu. Padahal, sekian lama aku telah berusaha untuk bisa melupakannya. Dan hari ini, bayang-bayang itu semakin menghantui, kembali menikam pikiranku sendiri. Aku pun tak dapat menolak, sosok Maya memenuhi seluruh ruang ingatku. Kembali membangunkanku dari tidur lelapku. Tidur yang berhasil membuatku melupakan kejadian naas itu.
Di sebuah pagi yang sangat cerah, namun ternyata tak seindah mentari dipagi itu. Satu kejutan yang tiba-tiba menghampiriku, sebagai garis awal petaka itu. Semula, aku sangat senang. Aku mencapai puncak kebahagiaan, yang kemudian membuatku terperangah bukan main, dengan mata terbelalak, dan mulut menganga lebar. Sebuah mobil berwarna biru muda terparkir asing di garasi samping rumahku, persis belakang mobil Kijang milik Ayah. Awalnya aku berpikir bahwa mobil itu milik teman Ayah, tapi ternyata bukan. Cek per cek, ternyata mobil itu adalah kado di hari ulang tahunku itu. Ternyata mereka masih ingat denganku, putrinya yang tercinta, meski mereka selalu dirundung kesibukan yang sungguh luar biasa padatnya. Kurasakan kesenangan yang membuncah tak terkendali. Membuatku tak sanggup lagi berkata-kata. Bukan hanya karena mobil itu, tapi perhatian Ayah dan Ibu padaku….kasih sayangnya! Oh My God!!! Ciuman dan pelukan hangat pun kuberikan pada mereka, Ayah dan Ibu.
Ternyata, garis kebahagiaanku terhenti sampai disitu. Kala itu, kebetulan aku dan teman-teman se-Gank sudah ada planning untuk nonton bareng di Studio 21 Mall Panakkukang. “Film Nagabonar Jadi 2” menjadi pilihan kami. Meski sebelumnya, kami harus melakukan musyawarah demi mendapatkan hasil mufakat. Istilah dalam kamus kami, “rapat keputusan”, telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan gank kami sebelum mengambil sebuah keputusan . Sore itupun tiba. Aku berniat menjemput mereka dengan mobil baruku. Sekalian sebagai ajang perkenalan. Ayah dan Ibu setuju-setuju saja dengan niatku itu. Mereka sudah yakin dengan kemampuanku mengendarai mobil di tengah kota. Sebelum Kak Dedi berangkat ke Jepang, beliau sudah mengajarku mengendarai mobil. Meski awalnya, aku sangat takut tapi lama-lama akhirnya ketagihan juga. Aku bahkan sudah beberapa kali mengantar Ibu ke tempat kerjanya kalau Ayah lagi keluar kota.
***
Niat baikku ternyata disambut baik oleh semua teman-teman seGank-ku. Maya apalagi, katanya dia tak perlu lagi mengeluarkan duit untuk naik Pete’-Pete’ (baca: Angkot) ke manapun dia pergi. Aku pun bahagia bisa berbagi kesenangan dengan teman-temanku. Dua jam berlalu. “Film Nagabonar Jadi 2” sudah kami santap habis. Saat kami keluar dari bioskop pun, kekocakan film itu masih menyisakan tawa diantara kami. Hingga, secara tak sadar kami mencuri ucapan Bang Naga (Dedy Miswar) dalam film itu: ‘Apa kata dunia??!!!’. Derai canda dan tawa semakin menghiasi perjalanan kami menuju kafe Chocolatoz, tempat mangkal kami. Boleh dikata, kafe itu telah menjadi tempat persinggahan kami tiap kali pulang kampus. Bahkan tak jarang, kami melakukan rapat internal di kafe itu. Sedikit lagi, bisa-bisa kafe itu menjadi sekret kami. Maklum, suasana di kafe itu sungguh sangat nyaman. Selain murah, kafe itu sungguh sangat bermoral di mata kami, beda dengan kafe-kafe lainnya. Bagi pengunjung tak berpakaian rapi alias berpakaian ala preman, sangat dilarang masuk, bebas rokok, dilarang membawa senjata tajam masuk ruangan, apalagi membawa obat-obat terlarang. Pokoknya securitynya sangat disiplin. Jadi wajar saja, pengunjung kafe itu sudah pasti rapi-rapi dan yang paling penting lagi pengunjungnya adalah orang baik-baik. Bayangkan saja, security itu memeriksa setiap pengunjung yang ingin masuk, kecuali kami. Hampir semua karyawan di sana telah mengenal kami. Bahkan pernah kami dikasih gratis makan. Katanya biar kami semakin rajin nongol di situ.
Udara panas yang sempat menyelimuti kota Makassar memaksa kami untuk memesan Es teler sore itu. Baru kali ini kami memesan makanan yang sama, biasanya tak ada satupun diantara kami yang memilih jenis makanan yang sama. Alasannya, biar kami bisa saling mencoba makanan yang satu dengan yang lainnya. Terkadang, makanan siapa saja yang dianggap enak biasanya akan disantap bareng. Imbasnya, makanannya pasti akan cepat habis.
“Btw, aku mau nagih janji nih!” aku memulai perbincangan itu, membelah kebisuan diantara kami, karena sibuk melahap esnya masing-masing. Tanpa ada yang mengomando, wajah mereka terangkat. Semua mata tertuju padaku. Untuk meningkatkan kadar penasaran mereka, aku langsung saja tunduk, dan kembali melahap Es telerku.
“Janji apa sih, Wan?” Umma mulai memuntahkan pertanyaan padaku, tanda penasarannya belum hilang.
“Iya Wan. Siapa yang punya janji. Kayaknya saya tidak deh.” Uswah yang duduk disampingku pun berkomentar. Selanjutnya terjadi aksi tatap-menatap diantara mereka. Sementara aku kembali meneruskan makanku.
“Ada yang mengaku pernah berjanji padaku untuk memberikan makanan kebangsaanku tepat saat aku berusia 20 tahun?” aku berucap tanpa mengangkat wajahku sedikitpun ke arah mereka. Pura-pura sibuk mengunyah buah yang ada di Es teler itu. Tak perlu lagi kujelaskan kepada mereka apa itu makanan kebangsaanku. Toh mereka sendiri bakal tak ada yang bertanya lagi apa itu makanan kebangsaanku. Aku bahkan sudah dijuluki Mrs. Brownies. Adikku Retno, bahkan ikut-ikutan manggil aku dengan julukan itu. Tak apalahhh…
Lama, tak ada yang berkomentar. Sepertinya mereka lagi sibuk beradu perang dengan pikirannya masing-masing. Mencoba menguras abis ingatannya. Dan akhirnya,,,
“Ooww,,,sepertinya pemilik janji itu aku deh. 2 tahun lalu kalo nggak salah ingat ya, Wan?” akhirnya Maya mengakui. Beruntung Maya tak mengidap penyakit amnesia. Dia masih saja melayangkan tatapannya ke arahku. Aku tahu betul, Maya adalah sosok manusia yang sangat tidak tenang kalo janji-janjinya belum dia tepati. Apalagi kalo ber-utang. Paling lama, dia ber-utang 3 hari. Kalo uang kirimannya sudah ada, pasti dia langsung mengalokasikannya ke orang-orang tempat dia ber-utang.
“Mmm,,Ohh ternyata Maya pemilik janji itu. Maybe!!! Maybe Yes, Maybe No,” cepat-cepat kujawab pertanyaan Maya, sebelum tatapan itu berubah menjadi titik hipnotis. Aku menjawabnya enteng, membuat yang lain semakin bengong.
“Yup, aku yakin. Akulah pemilik janji itu. Hampir aja lupa, untung Wanda kasih ingat. Tenang saja, habis ini, aku akan terbang ke toko seberang membeli kue kebangsaan Nona Wanda,” kata Maya sambil memicingkan matanya ke arahku, lalu trsenyum tipis, manis sekali. Aku tak menyangka, Maya bakal secepat itu ingin menebus janjinya. Setelah melahap habis Es telernya dan yakin bahwa tidak ada lagi yang tersisa, dia akhirnya bangkit. Lalu kemudian menyalami kami satu per satu. Ini diluar kebiasaan Maya. Biasanya dia langsung nyerocos pergi tanpa bekas.
“Doakan, semoga aku bisa berhasil menebus janjiku dan mendapatkan makanan kebangsaan Nona kita yang satu ini,” begitu katanya sebelum pergi meniggalkan kami, menuju toko Birth-cake di jalan seberang sana. Sebelumnya, mereka menatap kami satu per satu secepat kilat, lalu memamerkan cium jauhnya kepada kami. Dasar…!!!
Kami akhirnya melepas kepergian Maya, tanpa seorang pun yang menemani. Dinding kafe yang terbuat dari kaca bening membuatku merasa leluasa menyaksikan segala yang terjadi di luar sana. Ketika Maya sudah memasuki toko kue itu, mata kami akhirnya kembali ke posisi semula, tertuju pada semangkuk Es teler yang sebentar lagi akan habis.
“Kasihan juga si Maya, pergi beli kue sendiri!” aku berkata lepas, tanpa berharap komentar dari mereka.
Lima menit kemudian, akhirnya Maya keluar juga dari toko itu lengkap dengan jinjingan kantong berwarna putih di tangan kanannya. Hatiku bersorak. Betapa tidak, sebentar lagi aku akan bertemu dengan makanan kebangsaanku. Memang rasanya tidak afdhal bagiku kalau seminggu saja tak mencicipi Brownies itu. Tatapanku terus tertuju pada setiap langkah dan gerakan tubuh Maya. Aku berharap-harap cemas menanti kedatangan Browniesku tersayang. Bayangan si Coklat manis terus menari indah di memoriku. Tiba-tiba,,,
Brukkk…!!!! Plakk…!!!!
“Hahhh…!!!” aku terhentak. Bayangan si Coklat manis menghilang. Mulutku menganga lebar bagai buaya kelaparan, menyaksikan pemandangan kelam di hadapanku. Maya tertabrak..!! Sebuah mobil Kijang Silver tak kuasa mengendalikan mobilnya. Aku melihat jelas Maya merasa sangat kebingungan yang sudah terlanjur berada di tengah jalan. Antara maju atau mundur. Teriakanku membuat semua orang yang ada di dalam kafe itu kaget. Termasuk ketiga temanku. Aku tak peduli. Kepanikanku memaksaku berlari mendekat ke jalan itu, tempat Maya ditabrak. Ketiga temanku mengekor.
Semakin mendekat, semakin berat rasanya kaki ini kulangkahkan. Kantongan putih yang dijinjingnya tadi berubah menjadi merah. Brownies kini terpotong dengan sendirinya, sebagian berada di dekat mulut Maya, yang lain tersebar jauh di tengah sana. Airmataku meluap melihat kondisi Maya yang sungguh menyayat hati. Ia meringkih sejadinya, lalu akhirnya tak sadarkan diri. Aku, dan ketiga temanku tak kuasa menahan tangis kala tubuh mungil Maya yang terbalut darah diangkat masuk ke mobil Ambulans. Lumuran darah di sekujur tangan dan kepalanya cukup menjadi symbol tentang kondisi Maya yang sedang kritis. Derai tawa kini berganti duka. Berkas bahagia dan kesenangan tiba-tiba menghilang.
Memasuki ruang UGD sebuah Rumah sakit ternama di kota Daeng ini, Maya tlah tiada. Nyawanya melayang dihempas angin malam. Tiada pernah kami duga sebelumnya. Si Pemilik janji itu rela meninggalkan kami. Tak ada yang mengira, salaman dan cium jauh dari Maya adalah wujud permohonan izinnya kepada kami. Tak ada yang menduga, kesenangan yang terhimpun saat acara nonton tadi adalah perkumpulan terakhir bersamanya. Bahkan tak pernah terbaca dalam pikiran kami, tatapan Maya tadi sore seolah ingin menyampaikan ucapan perpisahannya kepada kami. Kami terlalu bodoh untuk membaca gelagat aneh yang Maya tunjukkan kepada kami tadi sore.
“Kalau saja aku tak menagih janji itu. Kenapa aku membiarkan ia pergi seorang diri??!!” aku berteriak lemah, duduk tertunduk di kursi pojok lorong UGD itu, menyesali tindakan yang kulakukan kepadanya. Berkali-kali kuhujat diriku, tanda penyesalan yang teramat sangat. Bahkan aku tak mampu memaafkan diriku sendiri. Sebentar lagi, mayat Maya akan keluar, tertutup kain putih. Tak ada lagi si Penepat Janji. Tak ada lagi wajah lugu dan manis menemani perjalanan hidup gank kami. Rasanya begitu singkat untuk merasakan kebahagiaan hidup bersamanya. Berulangkali Uswah, Umma, dan Anti mencoba menenangkanku. Tapi tetap saja, penyesalan semakin bertubi menusuk-nusuk dadaku. Aku pun sesak. Sesak oleh perbuatanku sendiri. Kebahagiaan yang meluap-luap sejak pagi tadi, kini berakhir tragis dengan kepergiannya. Mengapa harus nyawamu yang menjadi taruhan atas Brownies itu? Mengapa kehilangan dirimu yang menjadi kado di hari ultahku? Mengapa perayaan hari jadiku kuawali dengan tindakan konyolku? Setumpuk pertanyaan terlontar dari mulutku. Aku tak kuasa menahan sedih.
Aku kembali teringat oleh isi SMS dari Maya tadi subuh, sebelum aku terbangun dari tidurku. Ternyata SMS itu adalan pesan terakhir darinya...
Apa kamu tahu hubungan antara 2 biji mata? Mereka berkedip bersama, bergerak bersama, menangis bersama, melihat bersama, dan tidur bersama…Meskipun mereka tidak pernah melihat antara satu sama lain. Persahabatan seharusnya seperti itu. Kehidupan bagai neraka tanpa sahabat. Sahabat adalah dia yang menghampiri ketika orang lain menjauh. Karena persahabatn itu seperti tangan dengan mata. Saat tangan terluka, mata yang menangis. Dan saat mata yang menangis, tanganlah yang menghapusnya
***
Buliran air mataku kini semakin mengalir deras membasahi pipiku. Sejak itu, kehadiran Brownies akan menambah luka sukma untukku. Memoriku pasti dengan sangat cepat merekam kembali peristiwa naas yang terjadi 5 tahun lalu. Makanya, aku sangat membenci si Coklat manis itu. Melihatnya, akan menambah kebencian pada diriku sendiri. Hentakan jarum jam terasa semakin terdengar di tengah kesepian malam ini. Malam semakin larut, namun mataku tak jua ingin terpejam.
“Fit, seandainya kamu tahu tentang Brownies itu...!!!” aku bergumam.
Tak seorangpun dapat kembali ke masa lalu untuk memulai awal yang baru, tapi setiap orang dapat memulai hari ini untuk membuat akhir yang baru… Selengkapnya...

Kamis, 20 Agustus 2009

Selengkapnya...

Rabu, 19 Agustus 2009

TIPS KEPENULISAN

Seperti halnya proses produksi lainnya, menulis juga memerlukan teknik tertentu. Sehingga dapat menghasilkan tulisan yang baik, bermanfaat, dan enak dibaca. Teknik menulis jenis tulisan yang satu dengan lainnya itu berbeda. Berikut teknik menulis secara umum yang dapat dipakai untuk membuat sebuah tulisan.
1. Menentukan Jenis Tulisan
Hal ini perlu dilakukan lebih dahulu karena akan berpengaruh pada hal-hal yang perlu diperhatikan selanjutnya dalam teknik menulis. Untuk menulis cerita anak, tentu tekniknya akan berbeda dengan menulis puisi, menulis renungan, atau menulis kesaksian.
2. Memertimbangkan Pembaca
Ingatlah para pembaca Anda. Hal ini adalah salah satu metode agar tulisan Anda dibaca oleh pembaca. Berikan sesuatu yang mereka butuhkan, yang mendidik, memberi informasi, maupun yang menghibur mereka.
3. Berorientasi pada Publikasi
Jangan lupakan yang satu ini. Selain memertimbangkan pembaca, berorientasi pada publikasi akan menolong Anda untuk menghasilkan tulisan yang bagus. Anda juga dapat mempelajari tulisan seperti apa yang diinginkan suatu media tertentu jika Anda tahu ke mana tulisan Anda akan dipublikasikan.
4. Menentukan Tema dan Mencari Ide Tulisan
Dari tema yang sudah Anda tentukan, munculkan ide-ide yang baru dan menarik. Untuk menunjang ide-ide Anda, lakukan persiapan-persiapan bahan, bahkan riset sehingga tulisan Anda semakin akurat.
5. Mengembangkan Ide
Jika tema dan ide sudah ditentukan, teknik selanjutnya adalah mengembangkannya. Ide tidak akan menjadi sebuah tulisan jika Anda tidak mengembangkannya. Kembangkan ide Anda dalam kalimat-kalimat sehingga dapat dipahami oleh pembaca.


6. Memerhatikan Unsur-Unsur Tulisan
Dalam mengembangkan ide, perlu diperhatikan pula unsur-unsur tulisan. Pakailah kata dan kalimat yang efektif. Sehingga pembaca tidak akan bingung dengan pemaparan ide Anda. Namun, unsur tulisan ini juga perlu memerhatikan jenis tulisan yang akan Anda buat. Dalam menulis puisi, tentunya Anda tidak perlu bingung apakah kalimat Anda efektif atau tidak.
7. Menciptakan Gaya Tulisan
Buatlah gaya Anda sendiri. Jangan meniru gaya tulisan orang lain. Hal ini memang tidak mudah bagi pemula, apalagi kalau Anda memunyai penulis yang Anda idolakan. Biasanya gaya menulis Anda akan terpengaruh olehnya. Namun jangan putus asa, dengan latihan terus-menerus, akhirnya Anda bisa menciptakan gaya Anda sendiri.
8. Menguasai EyD
Meskipun ada seorang editor yang akan mengedit tulisan Anda, seorang penulis sebaiknya juga menguasai ejaan yang disempurnakan dengan baik. Bagaimana memakai tanda baca, memakai kata dan kalimat baku, menggunakan awalan maupun kata depan, dan lain sebagainya, lebih baik dikuasai karena hal tersebut akan menunjang tulisan Anda nantinya.
9. Melakukan Swasunting
Editing bukan semata-mata tugas editor. Penulis yang baik juga melakukan tugas editing untuk tulisannya sendiri. Setelah Anda menyelesaikan tulisan Anda, lakukan swasunting untuk memerbaiki tata bahasa kalimat dalam tulisan Anda. Swasunting ini tidak hanya berlaku bagi pemula, semua penulis hendaknya melakukannya.
Nah, bagaimana? Sudah mengerti dengan proses-proses diatas? Kunci dari cara menulis di atas adalah berlatih menulis terus-menerus. Karena keterampilan menulis tidak dapat diperoleh secara instan, namun memerlukan latihan dan ketekunan yang akan mengantarkan Anda menjadi seorang penulis yang andal.
Pada suatu waktu, sebagian besar penulis akan bermasalah dengan rintangan yang biasanya akan dihadapi oleh seorang penulis, misalnya rasa takut, cemas, perubahan hidup, akhir suatu proyek, awal proyek, atau apa pun yang kelihatannya menimbulkan rasa takut dan frustrasi. Untunglah ada solusi yang banyak pula untuk mengatasi banyak rintangan yang mungkin dialami penulis. Hal-hal di bawah ini hanyalah suatu saran, tapi mencoba sesuatu yang baru merupakan langkah awal untuk Anda dapat menulis lagi.
1. Milikilah jadwal menulis dan taatilah, meskipun ada rintangan yang menghalangi Anda untuk menulis.
Abaikan rintangan dalam menulis, tetaplah menulis meskipun tidak ada ide yang muncul. Ketika tubuh Anda ada di hadapan kertas pada waktu dan tempat yang sama setiap hari, pada akhirnya pikiran dan angan-angan Anda akan melakukan hal yang sama. Banyak orang tahu bahwa Graham Greene menulis lima ratus kata, hanya lima ratus kata setiap pagi. Lima ratus kata memang hanya menghasilkan satu halaman saja, tapi dengan lima ratus kata per hari itu, Greene mampu menulis dan menerbitkan lebih dari tiga puluh buku.
2. Jangan terlalu keras terhadap diri sendiri.
Malahan, jangan sekali-kali Anda keras terhadap diri sendiri ketika menulis. Anna Quindlin menulis, "Orang menghadapi rintangan dalam menulis bukan karena mereka tidak bisa menulis, tapi karena mereka merasa putus asa untuk dapat menghasilkan tulisan yang bagus." Berhentilah mengkritik. Ada waktu dan tempatnya sendiri untuk kritikan, yaitu proses penyuntingan.
3. Anggaplah menulis itu lebih sebagai pekerjaan rutin daripada sebagai seni.
Stephen King, seorang penulis produktif yang terkenal, menggunakan kiasan kotak peralatan untuk mewakili makna menulis. Maksudnya adalah menghubungkan menulis dengan pekerjaan fisik. Jika kita menganggap diri sebagai buruh atau pengrajin, maka akan lebih mudah bagi kita untuk duduk dan menulis. Kita hanya perlu menempatkan kata-kata ke halaman satu demi satu seperti halnya tukang batu yang memasang batu bata. Akhirnya, kita menciptakan sesuatu -- cerita, puisi, atau drama. Bedanya, kita menggunakan kosakata dan tata bahasa sebagai ganti batu bata dan adukan semen.
4. Beristirahatlah setelah Anda menyelesaikan proyek.
Rintangan yang timbul dalam menulis mungkin merupakan tanda bahwa Anda perlu waktu untuk menyegarkan ide-ide Anda. Bersantai bisa menjadi kunci dalam proses berkreasi. Berikanlah waktu bagi diri Anda untuk mengumpulkan wawasan dan ide-ide baru, dari kehidupan, membaca, atau bentuk karya seni lainnya, sebelum Anda mulai menulis lagi.
5. Tetapkan tenggat waktunya dan patuhi.
Dapat dipahami jika banyak penulis menemui kesulitan melakukannya sendiri. Anda mungkin bisa mencari rekan menulis dan sepakat untuk saling mengingatkan tenggat waktu melalui gaya bahasa yang tidak motivatif dan tidak mengkritik. Mengetahui bahwa orang lain menunggu hasil kerjanya, penulis akan terpacu untuk menghasilkan tulisan. Mengikuti kelompok atau kelas menulis merupakan cara bagus lain untuk memulai kebiasaan menulis.
6. Periksa persoalan-persoalan yang mungkin menjadi rintangan dalam Anda menulis.
Tuliskan keraguan Anda mengenai tulisan atau kreativitas. Bicarakan dengan teman, akan lebih baik jika teman Anda juga penulis. Sejumlah buku, seperti "The Artist`s Way", disusun untuk membantu orang-orang kreatif menyelidiki akar penyebab kesulitan mereka. Jika Anda tetap menemui kesulitan, Anda bisa berkonsultasi. Banyak ahli terapi yang secara khusus mampu membantu para artis dan penulis agar mereka bisa kembali kreatif.
7. Kerjakan lebih dari satu proyek dalam satu waktu.
Beberapa penulis menemui bahwa melakukan lebih dari satu pekerjaan, sangat membantu. Entah hal ini mengurangi ketakutan atau kejenuhan, atau bahkan kedua-duanya, namun sepertinya hal ini bisa mencegah timbulnya rintangan dalam menulis.


8. Cobalah berlatih menulis.
Seperti yang Anda ingat semasa Anda masih ada di kelas menulis SMU, latihan menulis dapat mengendurkan pikiran dan membantu Anda untuk menulis hal-hal yang belum pernah Anda tulis. Saat Anda berlatih menulis, banyak kata akan tertuang di atas halaman, dan jika Anda cukup berlatih menulis, tulisan Anda akan semakin baik.
9. Beranjaklah dari meja Anda untuk beberapa saat.
Jika Anda sudah mencoba menulis dalam periode waktu yang lama dan merasa frustrasi, berjalan-jalanlah atau mencucilah. Atau paling tidak, berdirilah dan rentangkan tubuh Anda. Namun bila Anda meninggalkan rumah, ingatlah untuk membawa kertas dan pena. Kesempatan-kesempatan untuk melemaskan anggota tubuh dan mengubah perspektif Anda akan menginspirasi terobosan yang telah Anda tunggu-tunggu.
10. Ingatlah mengapa Anda mulai menulis.
Lihatlah apa yang Anda tulis dan tanyakan mengapa. Apakah Anda menulis apa yang Anda suka atau apa yang Anda pikir seharusnya Anda tulis? Tulisan yang dilakukan dengan perasaan senang akan membuat diri Anda nyaman, dan akan membuat pembaca akan secara naluriah tertarik terhadapnya. Jika Anda berpegang pada sukacita yang Anda rasakan pada waktu kali pertama Anda menulis, maka Anda akan bertahan, tidak hanya untuk melalui rintangan yang Anda hadapi sekarang, tapi juga apa pun juga yang akan terjadi di kemudian hari.[sari]

*)dikutip dari berbagai sumber Selengkapnya...

Rabu, 12 Agustus 2009

Selayang Pandang FLP Unhas

FLP Unhas, adalah salah satu bagian dari keluarga besar Forum Lingkar Pena (FLP). Dalam usia kurang lebih 4 tahun, sebagai organisasi yang bergerak dalam ranah tulis menulis, FLP Unhas pun mencoba untuk mengambil peran dalam membangun dunia literasi, di kampus merah ini pada khususnya. Penerbitan buku secara indie, pemuatan tulisan di koran dan majalah, sampai pada kegiatan peningkatan kualitas baca-tulis masyarakat (termasuk mahasiswa), dalam bentuk pelatihan/workshop kepenulisan.
Akhir tahun 2005, menjadi sejarah awal lahirnya FLP Unhas. Masjid Khairunnisa, yang berdiri kokoh di kawasan Asrama Mahasiswa Putri Unhas, menjadi saksi bisu pendeklarasiannya. Partomo (Sastra Arab,2002), terpilih sebagai ketua ranting pertama. Banyak cerita yang telah diukirnya. Kegiatan kepenulisan tentu menjadi sasaran utama. Hingga lahirlah sebuah antologi cerpen, “Bila Pacarku Seorang Demonstran” diterbitkan secara indie. Keeksisannya pun berhasil dibuktikan. Namun hal itu tak berlangsung lama. Cahaya yang dulu mewarnai keberadaannya, lambat laun semakin redup. Dan akhirnya,,mati!
Namun, perjalanan tak berhenti sampai disitu. S. Putra Sulaiman (Ilmu Komunikasi, 2005), akhirnya hadir tuk menggantikankan jejak perjuangan beliau di kampus merah itu. Dengan semangat yang masih tersisa, perjalanan FLP pun diteruskan. Namun, keterbatasan sumber daya manusia membuatnya sedikit kewalahan dalam melestarikan keberadaan FLP. Staf-staf divisi bahkan tak sempat dibentuk. Jadilah ia sebagai Sang pengurus tunggal. Tapi, FLP Unhas masih tetap kokoh di tengah kebungkamannya.
Pertengahan tahun 2008, akhirnya menjadi awal tumbuhnya setitik pencerahan. Semangat FLP Unhas kembali berkobar. Proses regenerasi pun dilakukan. Dan, terlahirlah penerus-penerus baru FLP Unhas. Hingga terpilih A. Saputri Mulyanna (Ilmu Keperawatan, 2007), sebagai ketua, untuk kembali meneruskan estafet perjuangan FLP Unhas. Untuk kemudian mengumandangkan gaung FLP yang sempat bungkam.
Kini, tahun 2009, tongkat kepemimpinan FLP Unhas berada di tangan Fitrawan Umar (Teknik Arsitektur, 2007). Fokus perjuangan FLP Unhas kali ini adalah membenahi sistem pengkaderan yang selama ini masih terasa belum kuat, kemudian juga meningkatkan kuantitas dan kualitas karya-karya anggota.
Semoga FLP Unhas ke depan dapat mengaminkan pernyataan Taufik Ismail bahwa Forum Lingkar Pena adalah hadiah Allah untuk Indonesia….

Kesadaran adalah Matahari
Keberanian adalah Bumi
Perjuangan adalah pelaksanaan dari kata-kata
(W.S. Rendra) Selengkapnya...