Minggu, 15 November 2009

Perempuan dalam Tanda Tanya (???) Ketika Pena Harus BicaraPerempuan dalam tanda tanya

dari.www.nendenk.wordpress.com
Sore ini (14 Nov) di pelataran gedung Ipteks, perempuan kembali menjadi wacana dalam sebuah diskusi kepanulisan oleh sebuah forum kepenulisan yang menyebut dirinya Forum Lingkar Pena. FLP hadir dengan nama yang terlanjur besar dari pada para penggerak-penggeraknya dimana ia berada, seperti di Sulsel, Makassar dan Unhas sendiri. Kehadiran penulis-penulisnya tidak seistimewa nama FLP yang terlanjur besar di mata masyarakat. KeMbali pada tema diskusi sore ini, PEREMPUAN DALAM TANDA TANYA yang dibawakan oleh Sultan Sulaiman, Ketua FLP Wilayah Sulsel. Perempuan, makhluk terindah ciptaan-Nya yang merupakan tiang-tiang dari berdirinya sebuah negara. Sehingga banyak yang berpendapat jika ingin menghancurkan suatu negara, maka hancurkanlah perempuannya. Banyak sisi keindahan dari seorang perempuan, dilihat dari sisi mana saja perempuan akan tetap indah. Maka hal yang telah menjadi sebuah kodrat ketika perempuan itu dikatakan cantik.
Dewasa ini menjadikan media bergerak cepat dan cekat. Perempuan kemudian dijadikan sebagai objek dari Politik Ideologi Kapitalisme Media, yang menajadikan perempuan sebagai objek utama yang menghasilkan uang dari sisi mana saja. Kemudian dibentuklah frame oleh Media, makna dari sebuah kata ‘cantik’. Teks media kemudian mencangkoki pikiran masyarakat akan makna ‘cantik untuk perempuan’. Cantik itu putih, lembut, langsing, tinggi, bersih, perfect dari segi penampilan, memakai brand di setiap bagian tubuhnya. Mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, wajah yang memakai Ponds, tubuh dengan Lotion dengan berbagai merek kecantikan, pemutih, pewangi, sampai pada merek baju pun media harus mengatur sedemikian rupa sehingga membentuk frame pada pikiran setiap orang akan makna dari sebuah cantik. Selamat diperbudak oleh media, bagi orang-orang yang tidak kritis dalam menelaah setiap pesan media, yang dinilai oleh mahasiswa ilmu komunikasi semua adalah kebohongan, kecuali tanggal dan waktu yang dicatat oleh media kemudian disebar pada khalayak.
Perempuan berada pada tataran yang tidak sewajarnya, ketika dimaknai cantik itu seksi, dan berjilbab atau menutup aurat itu menjadi hal yang tabu untuk diperbincangkan dan dianggap kolot. sekali lagi hal ini berhasil dibentuk oelh media di kepala sebagian besar orang yang sangat menikmati kehadiran dan kebohongan media. Ketika wanita, perempuan-perempuan ingin diperhatikan, karena idealnya tubuh mereka, dan putihnya wajah mereka. Dan seribu satu usaha untuk mendapat perhatian itu, dengan diet yang menyiksa, keluarnya uang berpuluh, ratusan juta untuk sebuah konsep ‘cantik’ yang dibentuk oleh media. Dan ironinya ketika ada perempuan yang merasa tidak sempurnah karena kegemukan atau hitam atau rambut ikal, kriwil atau berombak. Padahal tidak sedikit yang mengatakan gemuk itu cantik, gemuk itu seksi, hitam itu manis, dan parahnya putih itu pucat seperti mayat hidup (siapa yang rela mengeluarkan ini dari mulutnya, sekalipun hati kecilnya mengakui hal itu?
Pada dunia menulis pun dan yang dengan bangga mengeku dirinya adalah seorang penulis, isu keberadaan perempuan pun menjadi hal yang penting. Banyak tulisan, cerpen, puisi, prosa atau karya sastra yang menjadikan perempuan sebagai objeknya. Juga ikut atau larut dalam ‘Frame Cantik Media’ tadi. Sehingga setiap orang yang manjadi penikmat dari tulisan-tulisan kita, dengan bebas mempersepsikan kumpulan-kumpulan teks dari sisi mana saja, tergantung pada siapa tulisan itu dipersepsikan.
Sebagai perempuan dan sebagai orang yang memilih perempuan sebagai objek pada tulisan-tulisan yang lahir dari tangannya, kita seharusnya menjaga apa yang harus dijaga, dan menulis apa yang seharusnya ditulis. Sebuah kata kemudian menjadi alat mencari boleh dari ketidakbolehan, mencari lazim dari sebuah ketidak laziman, mencari halal dari hukum mubah, makruh bahkan haram. Kata ‘emansipasi-wanita’ atau penyetaraan gender, menjadikan perempuan kembali terjebak pada tempat yang tidak seharusnya ia terjebak. Ketika perempuan terjebak pada dunia laki-laki yang melihat secara wajar perempuan menjadi petinju, pemain bola, atau melawan kodrat dan memilih menjadi laki-laki. Sebuah keadaan yang miris ketika perempuan tak lagi bangga dengan perempuannya, mengizinkan setiap orang menikmati indahnya ia sebagai perempuan “Hai… Aku cantik lho”…
Karena Aku adalah Perempuan
Karena Kamu adalah Perempuan
Karena Dia adalah Perempuan
Karena Mereka adalah Perempuan
dan Karena KITA adalah Perempuan.
Dan Perempuan adalah wanita istimewa, di mataku, matamu, matanya, mata mereka, mata kita, terlebih Kita adalah makhluk yang paling di lindungi oleh Rasulullah dan paling istimewa di Mata-Nya. Bukankah adanya Surah An-Nisa dalam 114 Surah di Al-Qur’an adalah bukti yang nyata bahwa kita adalah istimewa. Pernahkah kita berfikir, bahwa sebenarnya tidak ada surah ‘Rijal (laki-laki)’ dalam Al-Qur’an. Pertanyaannya sekarang kapan kita memperlakukan diri kita sebagai perempuan?
Sesungguhnya Allah itu Maha Melihat dan Maha Pencemburu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar