Oleh Yanuardi Syukur
(Ketua Umum FLP Sulsel 2004-2006, yankoer.multiply.com)
flpsulsel.multiply.com
MUSWIL I (Eksistensi Lembaga, Rahmawati Latief Ketua Umum)
Musyawarah Wilayah (Muswil) I Forum Lingkar Pena (FLP) Sulsel diadakan pertama kalinya di tahun 2001. Awalnya dari ketertarikan beberapa aktivis lembaga dakwah Islam di UNHAS terhadap dunia kepenulisan yang digagas oleh FLP. FLP di Pusat berdiri pada 1997 oleh Helvy Tiana Rosa (HTR), Asma Nadia (nama aslinya, Asmarani Rosalba) dan Muthmainnah (nama aslinya, Maimon Herawati).
Beberapa aktivis Makassar itu kemudian berkorespondensi dengan HTR perihal pembentukan FLP di tanah Makassar. HTR menyetujui. Setelah itu, kemudian diadakanlah persiapan-persiapan menuju pembentukan FLP Makassar. Rahmawati Latief, Suryani S. Kadir, dan Hasnah A. Rahman, adalah beberapa aktivis yang punya andil besar di situ. Rahma kemudian mengumpulkan beberapa aktivis mahasiswa dan pelajar untuk menjadi semacam panitia persiapan pembentukan FLP. Pamflet pun disebar untuk pertemuan perdana sekaligus pembentukan dan pemilihan ketua FLP Makassar.
Inilah kali pertama diadakan Muswil di FLP Sulsel. Beberapa nama muncul sebagai kandidat ketua, termasuk sastrawan Muhary Wahyu Nurba. Pada akhirnya, peserta Muswil yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan aktivis serta praktisi kepenulisan di Makassar memilih Rahmawati Latief sebagai ketua umum pertama FLP Wilayah Makassar yang waktu itu diadakan di Masjid Pusata Dakwah Muhammadiyah Sulsel, depan kampus UNHAS Tamalanrea.
Setelah pemilihan ketua, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan badan pengurus. Bendahara periode ini bernama Masrurah Usman (aktifis KAMMI Sulsel, mahasiswa ekonomi UNHAS). Hasil dari Muswil Pertama ini adalah terbentuknya FLP sekaligus dengan struktur pengurus yang sangat gemuk, hampir 50 orang pengurus waktu itu. Untuk mengakomodasi peserta yang hadir, maka banyak dari peserta yang dimasukkan dari pengurus.
FLP Wilayah Makassar berjalan lancar, ada diskusi pekanan, bedah karya hingga event besar. Pada diskusi pekanan, ada Muhary Wahyu Nurba, Anil Hukma, dan Rahmawati Latief sendiri sebagai pemateri. Muhary membawakan materi puisi dan cerpen, Anil materi cerpen (waktu itu ada dibagikan juga salah satu cerpennya yang dimuat di Kompas), dan Rahma membawakan materi artikel.
Salah satu event besar yang digelar FLP ketika itu adalah bedah buku Ketika Duka Tersenyum (KDT) yang merupakan antologi bersama untuk pencarian dana bagi pengobatan jalan Pipiet Senja yang menderita penyakit Thalassemia. Acara ini diadakan di beberapa kota di Indonesia, termasuk Makassar. Hadir dari Jakarta sebagai pemateri adalah cerpenis terkenal Gola Gong, sedangkan pemateri dari Makassar adalah Muhary Wahyu Nurba. Acara yang digelar di Baruga Andi Pangerang Pettarani kampus UNHAS ini mendapat respon yang positif dari banyak kalangan. Bahkan di Koran Kampus IDENTITAS, dimuat tulisan dari Gola Gong tentang kegiatan ini.
Karena terkonsentrasi dalam pengurusan menjadi dosen di Universitas Tadulako (UNTAD) Palu dan beasiswa S2 dari Ford Foundation (FF), akhirnya membuat semangat ber-FLP melemah. Rahmawati Latief, akhirnya menetap di Palu mengajar. Di Makassar Rahma memberikan mandat kepada Sriyanti Anwar (Mahasiswa Farmasi UNHAS 99) sebagai Pjs ketua. Selanjutnya, koordinasi FLP lebih banyak diperoleh via surat elektronik (email) dari Rahma ke Mustain, Yanuardi dan kawan-kawan.
Karena tidak berjalannya FLP dalam waktu yang relatif lama, muncul usulan dari beberapa kalangan untuk membubarkan FLP. Ini muncul karena tidak berjalannya roda organisasi dan kegiatan. Namun, karena eksistensi FLP telah ada, maka roda organisasi ini harus terus dipertahankan. Dari Palu Rahma selalu berkata kepada beberapa pengurus FLP yang masih di Makassar, “FLP ini lembaga dakwah kita. Banyak sekali yang mau bergabung dengan FLP. Dan ini harus kita jaga.”
MUSWIL II (Perluasan Jaringan, Yanuardi Syukur Ketua Umum)
Rahma meminta kepada beberapa pengurus yang masih aktif untuk membuat semacam Muswil menggantikan Rahma. Pada Muswil yang diadakan, tidak ada yang bersedia menjadi ketua. Yanuardi Syukur, Mustain Ruddin, Adi Agus Sewang, Sriyanti Anwar, Retno Anggarini Gussalim, Kamaruddin, Muhammad Nurhidayat Kaban, dan seterusnya, tidak ada yang bersedia menjadi ketua. Beberapa waktu kemudian, saat Rahma ke Makassar, diadakanlah kembali Muswil II yang tertunda karena tidak ada yang bersedia. Akhirnya, setelah melalui lobby, terpilihlah Yanuardi Syukur sebagai ketua umum FLP Wilayah Makassar Periode 2004-2006 menggantikan Rahma sejak 2001-2004.
Sebelum Muswil itu, FLP kedatangan beberapa penulis baru, seperti S. Gegge Mappangewa. Tenaga dan pengalaman Gegge pun dimanfaatkan sedemikian rupa lewat diskusi cerpen, tips dan trik, untuk membangkitkan kembali semangat FLP yang hampir punah. Pada kepengurusan Yanuardi, Gegge dimandat sebagai coordinator Divisi Penulisan dan Penerbitan (DPP). Selanjutnya, dicarilah sosok sekretaris umum, dan ditemukanlah Hamran Sunu yang cerpennya tak berapa lama sudah dimuat di Koran Kampus IDENTITAS UNHAS. Sedangkan bendahara dipilihlah Fatmawati (mantan bendahara di masa Rahma), kemudian diganti dengan Retno Anggarini Gussalim (Bahasa Jerman UNM), kemudian diganti lagi dengan Murgibah Marshanda (mahasiswa ekonomi UNHAS berprestasi kelahiran Fukuoka, Jepang).
Pada periode ini FLP terus meningkatkan diri. Kegiatan pekanan diadakan. Diundanglah penulis-penulis muda Makassar untuk membawakan materi di forum FLP. M. Aan Mansyur, Rahmad M. Arsyad, dan beberapa lainnya menjadi pemateri di FLP. Selanjutnya, selama periode ini dibentuk cabang dan ranting FLP. Terbentuklah FLP Cabang Makassar dengan ketua Suherni Syam (Mahasiswa Bahasa Inggris UNM), FLP Ranting STIK Tamalate dengan ketua Nofiandri (Mahasiswa STIK TM), FLP ranting UIN dengan ketua Aswadi Andi (Mahasiswa UIN), FLP cabang Maros dengan ketua Abdul Asis Aji (Mahasiswa STAI DDI Maros), dan FLP ranting UNHAS dengan ketua Partomo (mahasasiswa Sastra Arab UNHAS).
Sepulang dari Munas I FLP di Jogja yang diikuti oleh Yanuardi Syukur, S. Gegge Mappangewa dan Adi Agus Sewang, FLP Wilayah Makassar diganti dengan FLP Wilayah Sulsel. Kenapa diganti? Karena dalam AD/RT FLP, struktur FLP Wilayah berada di propinsi, berarti di Sulsel, namanya FLP Sulsel, bukan FLP Makassar karena Makassar adalah nama Kotamadya di lingkup Sulsel.
FLP mengadakan diskusi mengundang Asma Nadia, juga selanjutnya mengundang Helvy Tiana Rosa ke Makassar. Kumcer pertama Gegge berjudul “Kupu-Kupu Rani” dibedah di kampus UIN Alauddin oleh Meta Sekar Puji Astuti (dosen bahasa Jepang UNHAS, lulusan Ohio, USA). Pada moment Tsunami Aceh dan Sumatera Utara, FLP membuat Antologi Puisi 101 Penulis Makassar yang dananya diberikan untuk masyarakat Aceh via FLP Aceh. Dana ini diterima langsung oleh Cut Januarita (mantan ketua FLP Aceh), kemudian diteruskan ke Ferhat (ketua FLP Aceh setelah Cut Intan).
Pada periode Yanuardi, FLP terus memperkuat eksistensinya dengan membuka banyak-banyak ranting dan cabang. Sehingga ada seorang pengamat FLP yang mengatakan, “FLP ini seperti partai saja, ada cabang-cabangnya. Di masa saya mahasiswa, kita hanya bentuk satu lembaga saja, sementara FLP ini seperti partai.”
MUSWIL III (Peningkatan Kualitas Karya, S Gegge Mappangewa Ketua Umum)
FLP terus berbenah. Muswil III diadakan di aula kampus Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Tamalatea Makassar selama dua hari. Muswil dibuka dengan diskusi “Potret Budaya Literasi di Indonesia.” Siang harinya, baru dimulai rapat Muswil yang dipimpin oleh tiga pimpinan sidang: Fakhruddin Ahmad (Koordinator Divisi Penulisan dan Penerbitan FLP Maros), Nur Ali Akbar (Sekum FLP Maros) dan Aswadi Andi (Ketua FLP UIN Alauddin). Inilah moment ketika FLP Sulsel menggunakan metode persidangan yang relatif memadai dan mendekati sistem persidangan yang baku. Selama ini FLP mengadakan sidang berdasarkan “kesepakatan bersama”, artinya dipermudah saja mekanisme persidangannya.
Pada moment ini, FLP menerbitkan buku Indie, berjudul “Menjelajahi Negeri Tulisan” yang berisi tips, trik, wacana, dan pengalaman menulis oleh Yanuardi Syukur, Hamran Sunu, S. Gegge Mappangewa dan Nofiandri. Selain itu juga menerbitkan sebuah kumpulan cerpen (Sebelumnya, FLP ranting UNHAS juga menerbitkan buku indie, Bila Pacarmu Seorang Demonstran)
Dalam Muswil III ini, setelah penjaringan bakal calon, muncullah dua nama calon, yaitu S. Gegge Mappangewa dan Fakhruddin Ahmad. Fakhruddin yang awalnya pimpinan sidang kemudian diganti karena menjadi calon ketua FLP Sulsel. Para calon juga diminta oleh sidang untuk membaca Al-Qur’an. Peserta ingin membuktikan bahwa para calon adalah orang yang tidak buta aksara Al-Qur’an. Ini menjadi penilaian tersendiri di mata sidang. Pada pemilihan, akhirnya terpilihlah S. Gegge Mappangewa sebagai ketua umum FLP Wilayah Sulawesi Selatan Periode 2006-2008.
Di masa Gegge, struktur senantiasa dipertahankan. Tidak ada yang namanya reshuffle pengurus seperti yang ada di jaman Rahma dan Yanuardi. Pertimbangan Gegge, karena sama saja apakah pengurus di-reshuffle atau tidak. Jadi, Gegge memilih untuk mempertahankan apa yang sudah ada sambil membentuk beberapa struktur FLP. Gegge sebagai ketua dibantu oleh Sultan Putra Sulaiman sebagai sekum dan—seperti yang dibahasakan Gegge dalam Muswil IV FLP di kampus UMI—“sekretaris pribadi” karena keduanya memang tinggal di bawah satu atap Pondok Toris Jalan Bung Tamalanrea. Bendahara di periode ini adalah Hj. Sinardi (Mahasiswa Pascasarjana UNHAS). Sedangkan Koordinator Kaderisasi Fakhruddin Ahmad, dan beberapa struktur lainnya.
FLP mengadakan Training of Trainer (TOT) di Pesantren Darul Istiqamah, sekaligus dengan Mabit, menginap semalaman di Masjid Jami’ Darul Istiqamah Pusat, Maros. Ini kali pertama FLP mengadakan TOT dan Mabit (menginap). Peserta yang mengikuti kegiatan ini sangat antusias dan berharap akan ada follow up-nya. FLP juga mengadakan Training of Recruitment (TOR) di Lokasi Kolam Renang Bantimurung. Banyak yang berminat, dan termotivasi untuk menjadi penulis sejak kegiatan ini. Selanjutnya, TOR diadakan juga di gedung APTISI depan Alfa Tamalanrea.
Banyak kegiatan diadakan di masa Gegge. Namun, seperti juga yang dialami oleh pengurus sebelumnya, masalah belum adanya sekretariat yang kondusif membuat kegiatan FLP belum maksimal. Di Rahma, secret FLP berada di rumahnya (SKARDA N) dan di Masjid Pusat Dakwah Muhammadiyah. Di masa Yanuardi, alamatnya berpindah dari Pondok ICFAR Perintis Kemerdekaan IV, kemudian ke Pondok TORIS Jalan Bung Tamalanrea. Sedangkan di masa Gegge, sekret berada di tempat kostnya Gegge, Pondok TORIS, melanjutkan alamat sekret dari periode sebelumnya.
Di masa ini, FLP membentuk ranting di STIS Azhar Center, juga di kampus UMI. Pembentukan di kampus UMI, dirangkaikan dengan kegiatan mahasiswa UMI yang juga mengundang penulis buku best seller Zero to Hero, Solikhin Abu Izzuddin.
Beberapa FLP ranting tidak berjalan maksimal. Di UIN, seperti mati suri (masih ada, namun tidak berjalan baik), di kampus STIK TM beberapa waktu tidak segencar waktu yang lalu. Di UIN karena kurangnya koordinasi sehingga membuat kegiatan FLP tidak maksimal, sedangkan di STIK TM juga seperti itu.
Pada periode Gegge, FLP juga membuat buku Indie berjudul “Suka Duka Penulis Pemula” yang berisi kumpulan tulisan kader FLP. Selain itu, Antologi Pusi “Menggenggam Cinta” juga diterbitkan. Di masa Gegge, kepopulerannya sebagai cerpenis nasional menjadi motivasi tersendiri di mata aktivis FLP. Ada rasa ingin seperti Gegge yang ratusan cerpennya pernah dimuat di Aneka Yess, Kawanku, Keren Beken, Annida, Sabili, dst. Selain itu juga ada keinginan untuk terus berkarya, karena Gegge yang notabene orang Sidrap saja bisa menasional, kenapa yang yang lain tidak?
MUSWIL IV (Profesionalisme dan Perluasan, Sultan Sulaiman Ketua Umum)
Muswil IV diadakan di Auditorium Al-Jibra UMI. Kampus UMI adalah kampus yang bersejarah. Banyak moment pernah terjadi di sini, perisitiwa April Makassar Berdarah atau yang dikenal dengan “AMARAH”, persitiwa masuknya Polisi mengobrak-abrik kampus UMI, karena rekannya kabarnya “disandera” oleh mahasiswa dalam sebuah demonstrasi. UMI menyimpan banyak kenangan berkaitan dengan peristiwa politik, termasuk sweeping saat kerusuhan Ambon melanda. Kenapa kampus UMI yang dipilih sebagai tempat Muswil IV, setidaknya karena tiga alasan: pertama, FLP UMI baru terbentuk, dan otomatis semangatnya masih fresh; kedua, selama ini kegiatan FLP selalu berada di sekitar UNHAS atau Tamalanrea, dan ketiga, karena di sinilah kampus dimana seorang S. Gegge Mappangewa sang nahkoda FLP 2006-2008 pernah berkuliah di Jurusan Teknik Mesin, sebuah jurusan yang mengharapkan lulusannya menjadi ilmuwan dalam bidang mesin, namun oleh Gegge ditinggalkannya demi keinginan sang Gegge menjadi penulis yang namanya dimuat di koran atau majalah—di masa mudanya saat melihat tulisan orang, Gegge sering berandai-andai seandainya nama penulis itu adalah namanya. Sepertinya Gegge ingin memberikan sumbangsih bagi almamaternya, bahwa saya telah membuat buku, dan inilah salah satu karya saya untuk UMI: Cupiderman 3G!
Di pagi hari, acara dimulai dengan bedah buku Cupiderman 3G karangan Gegge. Pembedahnya adalah Dul Abdul Rahman (mahasiswa Pascasarjana UNHAS, penulis cerpen) dan Hj. Siti Rabiah (dosen Bahasa Indonesia UMI, dosennya Gegge di masa mahasiswa). Novel lucu ini menarik, settingnya Makassar—seperti kebanyak karya Gegge yang lainnya. Menurut Gegge, novel ini mulanya adalah gabungan dari beberapa cerpen lucunya yang pernah ada. Akhirnya ia kemas, dan jadikan Cupiderman 3G. Di Lingkar Pena Publishing House (LPPH) Jakarta, beberapa buku kumcer lucu pernah diterbitkan seperti: Suparman Pulang Kampung (SPK), dan Badman: Bidin! Cerpen Gegge juga pernah dimuat di SPK.
Novel Cupiderman 3G, bercerita tentang Yusuf, yang tidak senang dipanggil dengan Ucup, karena nama Ucup—seperti karakter yang ada di film Bajaj Bajuji—selalu ketiban sial. Yusuf selalu “dikerjain” oleh adiknya bernama Cenrani—nama Cenrani pertama kali muncul dalam kumcer Gegge berjudul Kupu-Kupu Rani (KKR), nama ini terinspirasi dari sebuah daerah di Bone bernama Cenrana. Karena sering ketiban sial, Yusuf pun ingin mengubah gaya, dia ke salon 3G, rambutnya direbonding. Tak berapa lama dia dapat informasi sebuah radio yang berlokasi di Mall Panakkukang—Mall ter-ramai jaman kini di Makassar—yang membutuhkan seorang presenter. Akhirnya, Yusuf melamar dan mengenakan kostum Cupiderman (terinspirasi dari film Spiderman yang dibintangi Tobey Mc. Guire). Yusuf diterima, acaranya sangat meriah, banyak anak-anak muda yang tertarik dengan acara “Cupiderman 3G” tapi tidak tahu siapa presenternya, karena sejak awal Yusuf selalu memakai kostum itu, bahkan orang di radio itu juga tidak ada yang tahu persis siapa sosok sebenarnya Cupiderman karena tertutup mukanya.
Suatu waktu, karena sukses, Cupiderman diminta ke Jakarta untuk tampil di TV. Sebelumnya, di Makassar, dia juga diminta untuk memperlihatkan wajahnya kepada penggemarnya di Mall Panakkukang. Karena wajah Yusuf pas-pasan (walau saat ngaca, selalu dilihat wajahnya agak mirip dengan Tobey Mc. Guire). Akhirnya, Yusuf menyerahkan kostumnya kepada temannya yang dulunya bau badan, akhirnya lama-lama mengikuti saran Yusuf jadi harum. Lelaki itu bernama Ukul, wajahnya ganteng. Ini dilakukan Yusuf karena tidak ingin mengecewakan fansnya. Dia tidak mau kalau nanti pas buka topeng, ternyata wajahnya gak menarik. Akhirnya, Ukul-lah yang menjadi Cupiderman. Yusuf dengan ikhlas menyerahkan gelarnya itu kepada temannya agar penggemarnya tidak kecewa.
Singkat cerita, Yusuf kedatangan tamu, ternyata orang tuanya bukan yang saat ini bersamanya. Orang tuanya hanyalah seorang cleaning service di Palopo, beberapa jam dari Makassar kota. Yusuf akhirnya kembali ke orang tuanya dan menjalani hidupnya yang baru, yang semoga jauh dari kesan sial seperti karakter yang melekat dalam Ucup dalam Bajaj Bajuri.
Novel ini bagus sekali dibaca, menarik, lucu dan haru. Seperti juga karya Gegge yang lain, selalu ada keharuan di situ. Gegge selalu menyelipkan pesan moral bahwa kita harus berbuat baik, kita harus selalu kembali untuk menjadi yang terbaik. Novel ini pada edisi ke-2 dibedah di Lecture Theatre (LT) 8 Kampus UNHAS yang dibuka oleh Pembantu Rektor III UNHAS, Nasaruddin Salam, yang ternyata gurunya Gegge (Gegge memanggilnya, “Ustad”)
Kembali ke Laptop! Pada Muswil IV ini sidang dipimpin oleh Yanuardi Syukur dan Abdul Asis Aji. Setelah LPJ, pandangan umum, dan penjaringan calon, muncul tiga nama yang bersedia menjadi calon ketua, yaitu: Sultan Putra Sulaiman (mantan Sekum), Fakhruddin Ahmad (mantan Koordinator Kaderisasi) dan Hj. Sinardi (mantan Bendahara Umum). Dalam penjaringan awal, beberapa nama muncul sebagai bakal calon, yaitu: Hamran Sunu (mantan sekum), Faradiba Asmarani (pengurus FLP), S. Gegge Mappangewa (mantan ketua wilayah), dan Abdul Asis Aji (mantan ketua FLP Maros), Sultan Putra Sulaiman (mantan sekum wilayah), Fakhruddin Ahmad (mantan koord. Kaderisasi FLP Sulsel) dan Hj. Sinardi (mantan bendahara FLP Sulsel).
Dalam pemilihan, akhirnya muncullah Sultan Putra Sulaiman sebagai pemenang mutlak sebagai ketua umum FLP Wilayah Sulsel 2008-2010. Sultan meraih puluhan suara, sedangkan Fakhruddin dan Sinardi, meraih 8 dan 9 suara. Dalam sambutannya, Sultan meminta kepada teman-teman FLP untuk membantunya dalam amanah besar ini. Sultan adalah penulis produktif, tulisannya pernah dimuat di koran lokal hingga Sabili dan pernah menjuarai beberapa kali lomba kepenulisan.
skip to main |
skip to sidebar
Berkaryalah, Maka Dunia Akan Melihatmu
Jumat, 01 Januari 2010
FLP Sulsel : Dari Muswil Ke Muswil
Kupu-Kupu Palestina
Buku Baru
Pasang Link FLP Unhas di blog Anda
Anak FLP Unhas
- Alinda Nurbaety Hasanah
- Andi Asrawaty
- Angriana
- Ani Dzakiyah
- Arief Ungu
- Arieska Arief
- Asti Eka Ramadhani
- Ayu Ismal
- Bulqia Mas'ud
- Dyah Restyani
- Fitrawan Umar
- Fitria Dewi Usman
- Isma Ariyani
- Muh.Arief Rosyid
- Muthmainnah
- Noviar Syamsuryah S
- Raidah Intizar
- Rasdiyanah Nd
- Reza Al Sofyan
- Reza Kahlil
- Saputri Mulyanna
- St. Muttia A. Husain
- sukmawati
- Sultan Sulaiman
- Supriadi
- Uswatun Hasanah
- Wahyuddin Opu
- Wahyuni Hadrawi
FLP-ers Sulsel
FLP Semua...
Kata-Kata
Berkaryalah, Maka Dunia Akan Melihatmu (Yana Yan)
Kita tidak sekadar menulis. Menulis itu mudah!
Tapi, berjamaah itu lebih baik (Wawan)
Menulis membutuhkan keberanian, dobrak semua rasa ketakutan untuk menulis, semua di mulai dari nol dan takkan kembali menjadi nol bila terus di asah….genggam erat-erat penamu dan biarkan dia menodai kertas putih yang polos dengan jutaan karya yng terlahir dari buah pikiranmu. (Chipiet)
Kita tidak sekadar menulis. Menulis itu mudah!
Tapi, berjamaah itu lebih baik (Wawan)
Menulis membutuhkan keberanian, dobrak semua rasa ketakutan untuk menulis, semua di mulai dari nol dan takkan kembali menjadi nol bila terus di asah….genggam erat-erat penamu dan biarkan dia menodai kertas putih yang polos dengan jutaan karya yng terlahir dari buah pikiranmu. (Chipiet)
Koment Ya
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar